
KUTIPAN – Kalau jalan-jalan ke Batam, apalagi di titik-titik strategis, pasti sering nemu tiang-tiang reklame yang berdiri gagah tapi nggak jelas izinnya. Entah kenapa, selama ini banyak reklame bisa tayang bebas tanpa Persetujuan Lingkungan, tanpa bayar sewa lahan ke BP Batam, tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan yang paling penting: tanpa bayar pajak. Enak banget, kan?
Nah, sejak awal Juni 2025, Pemerintah Kota Batam mulai bergerak. Reklame-reklame yang nggak beres itu satu-satu dibongkar. Dan ternyata, langkah ini dapet sambutan positif dari Ombudsman RI Provinsi Kepri. Kepala Perwakilannya, Dr Lagat Siadari, bilang bahwa ini bukan cuma soal keindahan kota, tapi juga soal ketertiban, keamanan, dan tentu saja—pajak!
“Permasalahan ini sudah berlangsung lama. Kami mendapat informasi, sebelumnya tidak ada tindakan tegas dari tim terkait. Bahkan, dikhawatirkan terjadi pembiaran atau dugaan persekongkolan antara oknum pengawas dan pelaku usaha reklame,” kata Lagat, Jumat (20/06/2025).
Kalau sudah ngomong “dugaan persekongkolan”, itu udah bukan perkara papan iklan doang. Ini bisa jadi lubang gelap buat kebocoran PAD (Pendapatan Asli Daerah). Bayangkan, tarif pajak reklame bisa sampai 20 persen dari nilai tayang, dan buat iklan rokok bisa 25 persen. Tapi kalau nggak ditarik? Ya bocor lah pendapatan daerah.
Lagat juga menyarankan agar Wali Kota Batam menugaskan Inspektorat buat nyelidiki ini. Kalau ketemu indikasi kuat, aparat penegak hukum (APH) sebaiknya turun tangan. Karena kalau dibiarkan, mental “asal pasang aja” ini bisa jadi budaya baru yang makin sulit diberantas.
Yang bikin makin miris, semua aturan sebenarnya udah jelas. Ada Perwako Batam Nomor 50 Tahun 2024 dan Perka BP Batam Nomor 7 Tahun 2017 yang ngatur zonasi, nilai reklame, bahkan uang jaminan pembongkaran. Tapi tetep aja banyak yang nekat tayang tanpa izin, kayak ngiklan di rumah orang tanpa bilang-bilang.
Fakta di lapangan juga menunjukkan, material reklame hasil pembongkaran kadang dibiarkan berserakan dulu di pinggir jalan. Harusnya, sesuai ketentuan, pemilik reklame lah yang wajib bongkar sendiri. Kalau nggak, tim dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang turun, dan uang jaminannya hangus.
Padahal, potensi PAD dari reklame ini besar banget. Tapi ya itu tadi, kalau pengawasan nggak ketat, ya banyak yang ngakal. Makanya, Pemko Batam sekarang udah bentuk dua tim: Tim Penyelenggara Reklame (TPR) buat urusan teknis dan perizinan, dan Tim Penertiban Tayang Reklame (TPTR) yang tugasnya ngawasin dan kalau perlu, bongkar.
Lagat menegaskan, “Jika potensi pajak dari sektor ini dikelola serius, PAD Batam bisa meningkat signifikan. Tapi harus dibarengi dengan komitmen semua pihak dan transparansi pengawasan.”
Intinya, penertiban ini langkah yang bagus. Tapi jangan berhenti sampai papan jatuh ke tanah. Harus ada evaluasi mendalam soal kenapa bisa sampai dibiarkan selama ini. Dan kalau benar ada oknum yang main mata, itu harus diberesin sampai ke akar.
Karena kota yang bersih bukan cuma bebas dari sampah, tapi juga dari praktik bisnis yang gak berizin tapi tetap eksis.
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/
https://www.facebook.com/kutipan.dotco/