
Proyek Rempang Eco-City di Batam kayaknya nggak mau setengah-setengah. Kamis, 12 Juni 2025 kemarin, BP Batam resmi kembali memindahkan enam Kepala Keluarga (KK) terdampak proyek ini ke hunian baru di Tanjung Banon. Dengan tambahan ini, total sudah 99 KK atau 338 jiwa yang resmi meninggalkan kampung halaman lama dan pindah ke rumah baru.
Proses relokasi ini disebut-sebut sebagai bagian dari strategi pengembangan kawasan Rempang yang katanya bakal jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Nggak cuma buat Batam, tapi juga buat Indonesia secara umum. Ambisius? Iya. Tapi juga butuh kehati-hatian ekstra.
Plt. Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, menjelaskan kalau relokasi warga ini bukan semata-mata mindahin orang. Tapi juga upaya untuk bikin semuanya tetap nyaman, aman, dan tetap punya tempat tinggal yang layak.
“Kami memahami proses ini memerlukan pendekatan yang mengedepankan dialog dan keterbukaan. Tujuan utama kami adalah memastikan masyarakat tetap nyaman, dan investasi di Rempang bisa berjalan dengan baik,” kata Ariastuty.
Jelas, ini semacam sinyal bahwa BP Batam nggak mau proyek raksasa ini malah jadi bumerang. Karena, di balik semua peta investasi dan rencana pengembangan kawasan, ada kehidupan warga yang nggak bisa digeser begitu aja tanpa pertimbangan rasa.
Komitmen BP Batam untuk menyelesaikan penataan Rempang Eco-City juga disampaikan tegas. Komunikasi terbuka dan pendekatan humanis katanya jadi kunci utama. Harapannya? Proyek ini nggak cuma berhasil secara ekonomi, tapi juga secara sosial.
“BP Batam berharap rencana investasi di Rempang membawa dampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat,” tambah Ariastuty, yang juga menjabat Deputi Pelayanan Umum BP Batam.
Dari sini kelihatan, proyek ini bukan cuma soal angka dan pembangunan gedung tinggi. Tapi juga tentang menjaga relasi antara negara, investasi, dan rakyat kecil yang jadi bagian dari perubahan itu sendiri.
Kalau pendekatannya beneran humanis, komunikatif, dan nggak asal gusur, mungkin Rempang bisa jadi contoh. Bukan cuma soal investasi yang jalan, tapi juga soal manusia yang tetap dihargai dalam pembangunan.
Laporan: Yuyun Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.