KUTIPAN – Jakarta, 28 September 2024 Fasilitas kawasan berikat (KB) kini menjadi salah satu andalan kebijakan pemerintah dalam mendongkrak kinerja ekspor dan menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif. Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa sejak diperkenalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 1990, fasilitas ini telah terbukti memberikan berbagai kemudahan bagi pelaku usaha yang berorientasi ekspor.
“Pendirian kawasan berikat awalnya difokuskan untuk menciptakan iklim industri yang lebih kondusif serta mendorong peningkatan partisipasi penanaman modal di sektor industri yang berorientasi ekspor,” ujar Direktur Jenderal Bea Cukai dalam keterangan resminya.
Tak hanya itu, fasilitas kawasan berikat juga dirancang untuk mengatasi beberapa tantangan logistik, seperti efisiensi waktu dan biaya. “Para produsen kini dapat mengurangi biaya produksi dengan memanfaatkan penangguhan bea masuk dan pajak atas barang impor,” jelasnya. Hal ini berdampak positif terhadap daya saing produk Indonesia di pasar global.
Seiring dengan perkembangan, aturan terkait kawasan berikat pun terus mengalami pembaruan. Pemerintah melakukan empat kali revisi, dengan perubahan terkini pada PMK Nomor 65 Tahun 2021 yang menyederhanakan proses perizinan. Dari yang sebelumnya membutuhkan 45 perizinan, kini hanya memerlukan tiga perizinan saja.
“Proses perizinan yang lebih mudah ini merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan efisiensi dan meningkatkan kepercayaan dunia usaha,” ungkapnya.
Dengan biaya produksi yang lebih rendah, fasilitas KB mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Hal ini terbukti dengan lonjakan kinerja ekspor yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang tahun 2017 hingga 2022, rata-rata kontribusi ekspor dari perusahaan penerima fasilitas KB mencapai Rp911,10 triliun per tahun.
“Perusahaan penerima fasilitas KB berhasil menyumbang nilai ekspor sebesar Rp1.634,97 triliun pada 2022, dan ini merupakan bukti nyata dampak positif kebijakan KB terhadap perekonomian nasional,” tambahnya.
Respons positif dunia usaha pun semakin terlihat dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang mendaftar sebagai peserta KB. Data menunjukkan bahwa hingga September 2024, terdapat 1.454 perusahaan yang aktif beroperasi di kawasan berikat, naik dari 838 perusahaan pada tahun 2014.
Tak hanya berdampak pada kinerja ekspor, fasilitas KB juga berperan penting dalam mendukung ekonomi masyarakat sekitar. Berdasarkan Kajian Penelitian Dampak Ekonomi yang dilakukan pada 2023, fasilitas ini mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 1,7 juta tenaga kerja. Industri perdagangan, akomodasi, makanan, dan transportasi di sekitar kawasan berikat turut merasakan manfaat dari kebijakan ini.
“KB telah mendorong pertumbuhan berbagai sektor usaha di sekitar wilayahnya. Sepanjang 2022, tercatat lebih dari 111.933 unit usaha perdagangan, 111.302 unit usaha akomodasi, dan 92.911 unit usaha makanan yang bermunculan di sekitar kawasan berikat,” ungkap kajian tersebut.
Untuk terus mendorong kinerja ekspor dan menjaga kelancaran arus barang, pemerintah juga meluncurkan program Kawasan Berikat Mandiri (KBM) pada 19 September 2019. Program ini menitikberatkan pada prinsip kepastian dan kemudahan berusaha bagi para pelaku industri.
Salah satu keunggulannya adalah efisiensi waktu dan biaya, karena perusahaan tidak perlu diawasi secara fisik oleh petugas bea cukai, yang juga berdampak pada efisiensi anggaran dan sumber daya manusia di pihak pemerintah.
“Dengan segala kemudahan yang diberikan, kawasan berikat menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha berorientasi ekspor untuk mengembangkan bisnis mereka,” tutup Direktur Jenderal Bea Cukai.
Melihat tren positif yang terjadi, pemerintah optimistis bahwa fasilitas kawasan berikat akan terus berperan sebagai motor penggerak perekonomian dan investasi di Indonesia. Sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha menjadi kunci dalam mempertahankan stabilitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di masa mendatang.