
KUTIPAN – Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (Dittipid PPA) Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang mengirim pekerja migran ilegal ke Bahrain. Tiga orang tersangka, SG, RH, dan NH, telah ditangkap dan ditahan terkait kasus ini.
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari seorang korban yang bekerja di Bahrain sebagai spa attendant. Korban awalnya dijanjikan pekerjaan sebagai waitress dan housekeeping hotel oleh para pelaku, namun kenyataannya jauh dari harapan. Polisi menyatakan bahwa korban direkrut melalui Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dengan tawaran pekerjaan di Bahrain, dan kemudian diminta membayar biaya keberangkatan sebesar Rp15 juta.
Setelah membayar, pelaku menyediakan berbagai dokumen yang diperlukan, seperti paspor, visa, dan tiket pesawat, untuk memberangkatkan korban. Namun, begitu sampai di Bahrain, korban menemukan bahwa pekerjaan yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan.
Polisi melakukan penyelidikan mendalam dan akhirnya menangkap tiga tersangka utama dalam kasus ini: SG, RH, dan NH. SG berperan sebagai penghubung dengan pemberi kerja di Bahrain dan menerima uang dari korban, sementara RH, Direktur LPK, bertanggung jawab atas penerbitan paspor dan pengelolaan uang korban. NH, staf LPK, mengurus dokumen persyaratan kerja dan keberangkatan.
Kasubdit III Dittipid PPA dan PPO, Kombes Pol Amingga P.M., menjelaskan bahwa jaringan ini telah beroperasi sejak tahun 2022, dan menghasilkan keuntungan ratusan juta rupiah.
“Kami terus mengembangkan kasus ini dan bekerja sama dengan PPATK untuk melacak aliran dana para tersangka. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Divhubinter Polri untuk mengungkap jaringan yang berada di luar negeri,” ungkap Amingga.
Dari tangan para pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk enam paspor, enam visa, enam kontrak kerja, tiga unit handphone, satu laptop, dua buku tabungan, empat kartu ATM, dan enam bundel rekening koran.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 81 dan Pasal 86 huruf (c) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang membawa ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda mencapai Rp15 miliar.
Polri mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang tidak jelas legalitasnya.
“Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan dari perekrut atau sponsor yang tidak memiliki izin resmi. Pastikan perusahaan penempatan memiliki legalitas yang jelas dan kontrak kerja yang sah agar hak-hak pekerja migran tetap terlindungi,” tegas Amingga.
Penyelidikan terhadap jaringan TPPO ini masih terus berkembang, dan Polri berkomitmen untuk menindak tegas pelaku perdagangan orang yang merugikan warga negara Indonesia.