
Oleh: Jojon Prambudi Suka ngopi ngamatin tipikal orang-orang yang suka duduk di kedai kopi kayak saya
Kerja di kedai kopi itu bukan cuma soal bikin latte art atau ngapalin nama-nama kopi yang kedengerannya kayak mantra. Tapi juga soal menghadapi manusia dengan keunikan yang Tuhan ciptakan tanpa skrip. Ada yang lucu, ada yang ngeselin, ada juga yang kayaknya sengaja dikirim buat nguji iman.
Pagi-pagi misalnya, datang si mbak-mbak kantoran. Belum sempat nyalain mesin espresso, dia udah berdiri di depan kasir sambil bilang, “Mas, kopi hitam pahit ya, tapi jangan terlalu pahit.” Hah? Itu sama aja kayak minta nasi goreng tapi jangan pakai nasi.
Lalu si mas-mas sok tahu. Datang bawa laptop, pesen kopi single origin yang namanya aja susah dieja. Begitu dikasih, dia nanya, “Ini beans-nya udah washed process belum, Mas?” Lah, dia kira saya barista atau teknisi pengeringan gabah?
Lalu si mas-mas sok tahu. Datang bawa laptop, pesen kopi single origin yang namanya aja susah dieja. Begitu dikasih, dia nanya, “Ini beans-nya udah washed process belum, Mas?” Lah, dia kira saya barista atau teknisi pengeringan gabah?
Ada juga pelanggan hening. Duduk sendirian, ngelamun, mesen satu kopi yang gak diminum sampe es-nya lumer dan rasa kopinya berubah jadi air bekas rendaman kenangan mantan.
Belum lagi yang minta playlist diubah karena katanya lagu indie yang lagi diputer “terlalu galau”. Mas, ini kedai kopi, bukan radio request. Tapi ya sudah, demi customer is king, kita turutin. Dengan senyum tipis.
Pernah juga ada pelanggan yang datang tiap hari, duduk di sudut yang sama, pesen menu yang sama, dan ngobrol sama diri sendiri. Entah dia butuh teman atau cuma menikmati kesepian versi premium. Tapi dia selalu pamit dengan sopan, “Makasih ya Mas, enak banget kopinya hari ini.” Meski itu kalimat yang sama tiap hari, rasanya kayak dikasih bonus THR.
Kerja di kedai kopi tuh kadang capeknya nggak di fisik, tapi di pikiran. Tapi dari situ juga, saya belajar bahwa manusia itu emang nggak bisa dipahami sepenuhnya—tapi bisa disajikan dengan hangat, kayak kopi kesukaan mereka.
Karena ternyata, selain jadi tempat ngopi, kedai kopi juga bisa jadi tempat belajar empati, sabar, dan kadang—cuma kadang—jadi tempat jatuh cinta. Tapi itu cerita lain.