
KUTIPAN – Di Batam, kota industri yang katanya penuh harapan kerja, kabar muram datang dari kawasan Kabil. Puluhan pekerja yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidupnya pada PT Semen Merah Putih—tepatnya melalui subcon-nya, PT Prakarsa Samudera Gresik (PSG)—tiba-tiba harus menerima kenyataan pahit: mereka diputus kontraknya. Bukan karena masalah performa, bukan pula karena mereka malas. Tapi karena—yah, bahkan alasannya pun belum jelas sampai hari ini.
Dalam pusaran keresahan ini, muncul satu sosok yang siap turun tangan. Bukan aktivis, bukan anggota dewan, tapi seorang akademisi dan praktisi hukum, Dr. Fadlan, S.H., M.H.C.Med.
“PHK ini memberikan dampak negatif yang cukup luas. Di tengah gempuran tingkat angka pengangguran yang besar di Batam, hal ini sangat disayangkan sekali terjadi,” ujar Dr. Fadlan, Sabtu malam (5/7/2025), seperti dilansir Kabarbatam.com.
Suara Fadlan tidak berhenti sampai di situ. Ia menilai, kejadian ini bukanlah perkara personal antara karyawan dan perusahaan, tapi bisa berpotensi jadi isu nasional kalau tidak cepat ditangani.
“Menyikapi permasalahan yang terjadi di PT Semen Merah Putih, kami menilai ini bukanlah persoalan pribadi bagi karyawan, tetapi hal ini bakal menjadi persoalan Pemerintah ke depan. Oleh karena itu, saya sebagai Praktisi Hukum siap melakukan pendampingan kepada para pekerja sehingga situasi yang saat ini terjadi dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Kalau pemerintah ogah-ogahan, jangan kaget kalau angka pengangguran nambah, kriminalitas ikut naik, dan ujung-ujungnya kita semua ikut repot.
Dr. Fadlan bahkan mengingatkan bahwa Presiden Prabowo sempat menekankan pentingnya tanggung jawab dunia usaha dalam menghadapi pengangguran. Sayangnya, di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya.
Dan memang, dari keterangan yang berkembang, aroma ketidakadilan cukup menyengat. Dugaan diskriminasi dan keterlibatan pihak ketiga dalam proses pemutusan kontrak kerja ini makin ramai dibicarakan, apalagi setelah aksi mogok kerja yang dilakukan para karyawan.
Para pekerja menyebut PT PSG—subcon dari PT Semen Merah Putih—bertindak sewenang-wenang. Mereka tak diberi alasan logis atau dasar hukum yang memadai soal pemutusan kerja.
Puluhan orang kini hanya bisa menggantungkan harapan pada “kebijakan” dari PT Semen Merah Putih. Tapi yang namanya kebijakan kadang cuma manis di bibir. Sampai berita ini ditulis, belum ada klarifikasi resmi dari pihak PT PSG maupun PT Semen Merah Putih. Sementara itu, pekerja yang diberhentikan masih terkatung-katung.
Awak media juga sudah coba mengonfirmasi lewat WhatsApp ke pihak PT PSG—tepatnya kepada Muhammad Kadafi. Tapi pesan itu ibarat suara yang hilang ditelan awan. Tidak dibaca, tidak dibalas, apalagi dijawab.
Sebagian pekerja yang ditemui media menyebut pemutusan kontrak ini terjadi begitu saja, bahkan tanpa SP (surat peringatan) atau mekanisme mediasi. Tiba-tiba hari ini kerja, besok sudah tidak ada nama di daftar.
Kalau begini terus, yang ada bukan hanya ekonomi keluarga pekerja yang ambruk, tapi juga kepercayaan publik pada perusahaan yang katanya mendukung program pemerintah. Dan buat orang-orang yang masih berpikir bahwa mogok kerja dan perlawanan hukum itu berlebihan, mungkin lupa kalau ini bukan lagi soal pekerjaan, tapi soal bertahan hidup.
Laporan: Yuyun
Editor: Fikri
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/
https://www.facebook.com/kutipan.dotco/