
KUTIPAN – Di ujung senja Jembrana yang biasanya tenang, sebuah mobil Suzuki Carry warna merah berhenti di jalanan pedesaan Banjar Munduk Bayur. Bukan karena mogok, tapi karena dicegat petugas dari tim opsnal Polres Jembrana. Mobil itu bukan sembarang angkutan—ia telah jadi “perut besar” bagi Pertalite bersubsidi. Tangkinya dimodifikasi hingga bisa menampung 120 liter BBM, dan pemiliknya, berinisial IKD EJA, bukanlah pemilik SPBU resmi—ia hanya pengecer dengan hitungan cepat: beli murah, jual sedikit lebih mahal.
Tak ada tembakan, tak ada kejar-kejaran. Tapi kisah ini punya muatan lebih berat dari bobot tangki bensin. Ini cerita tentang bagaimana subsidi yang diniatkan untuk rakyat malah disiasati demi laba seribu perak per liter. Siasat ini bukan terjadi di kota besar, tapi di daerah yang kadang merasa jauh dari pantauan hukum. Ternyata hukum hadir juga, lengkap dengan barcode, STNK, dan ancaman enam tahun penjara.
Tak semua bisnis dimulai dengan proposal. Beberapa hanya butuh mobil, modifikasi tangki, dan SPBU terdekat. Itulah yang dilakukan IKD EJA (23), warga Jembrana yang akhirnya diciduk setelah dua bulan menjalankan praktik pengisian ulang Pertalite bersubsidi secara berulang.
“Sekitar pukul 20.40 WITA, tim opsnal berhasil menghentikan mobil pelaku di jalan umum pedesaan, Banjar Munduk Bayur, Desa Tuwed, Kecamatan Melaya, Jembrana. Kemudian pelaku diperiksa,” ujar Kapolres Jembrana AKBP Kadek Citra Dewi Suparwati.
Bagaimana Modusnya?
Modusnya sederhana, namun cukup rapi: membeli BBM subsidi setiap hari sebanyak 240 liter. Mobil Suzuki Carry milik pelaku sudah dirombak supaya bisa tampung 120 liter sekali jalan. Barcode di handphone jadi alat transaksi, dan kios minyak jadi tujuan akhir.
“Pelaku mengaku menjalankan aksinya selama kurang lebih dua bulan. Setiap hari pelaku membeli pertalite sebanyak 240 liter,” ujar Kapolres.
Dengan keuntungan Rp 1.000 per liter, maka sehari pelaku bisa kantongi Rp 240 ribu. Cukup untuk hidup, tapi tidak cukup untuk lolos hukum.
Apa Ancaman Hukumnya?
Modifikasi tangki mungkin urusan bengkel. Tapi menyalahgunakan BBM bersubsidi itu urusan penjara. Pelaku dijerat dengan Pasal 40 angka 9 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU Migas, dengan ancaman penjara maksimal enam tahun dan denda Rp 60 miliar.
Apa Harapan dari Kepolisian?
Kapolres Citra Dewi memberi pesan sederhana tapi dalam: “Gunakan BBM bersubsidi dengan bijak dan jangan menyalahgunakannya.” Pihaknya juga mendorong masyarakat untuk melaporkan praktik ilegal semacam ini, dengan jaminan kerahasiaan pelapor.
Laporan: Rangga
Editor: Fikri
Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan media Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.