
KUTIPAN – Banyak orang percaya, label halal di sebuah produk adalah jaminan mutlak. Pokoknya kalau sudah ada stempel halal, hati jadi tenang. Tapi, apa jadinya kalau produk berlabel halal ternyata diam-diam mengandung unsur babi alias porcine?
Itulah yang baru saja terjadi. PT Catur Global Sukses, sebuah perusahaan di Jakarta Barat, terpaksa melakukan pemusnahan produk pangan olahan mereka. Produk ini sebelumnya sudah mengantongi sertifikat halal, namun hasil pengawasan dan uji laboratorium pemerintah membuktikan: produk tersebut mengandung porcine.
Pemusnahan ini dihadiri langsung oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI, Ahmad Haikal Hasan, atau yang akrab disapa Babe Haikal. Turut mendampingi, Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal E.A. Chuzaemi Abidin, serta Direktur Pengawasan Jaminan Produk Halal, Budi Setio Hartoto.
Dalam keterangan resminya, Babe Haikal menyampaikan, “Pemusnahan produk ini merupakan kelanjutan dari penarikan barang dari peredaran karena sebelumnya pengawasan pemerintah yang dilaksanakan oleh BPJPH dan BPOM mendapati produk tersebut terbukti mengandung porcine atau unsur babi berdasarkan uji laboratorium.”
Jadi, cerita ini bukan semata-mata soal ketidaksengajaan, tapi bukti bahwa pengawasan ketat memang harus terus dilakukan. Bukan hanya di atas kertas. Babe Haikal menambahkan, “Penarikan barang dari peredaran dilakukan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pemusnahan produk yang tidak memenuhi standar halal ini merupakan bentuk tanggung jawab pelaku usaha sesuai ketentuan regulasi yang berlaku.”
Logikanya sederhana. Kalau sudah terbukti melanggar, ya harus bertanggung jawab. Tidak cukup sekadar minta maaf di media sosial. Dan soal potensi kegaduhan di masyarakat, Babe Haikal juga tegas, “Semua produk yang mengandung porcine sudah ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Jadi tidak perlu ada kegaduhan-kegaduhan di tengah masyarakat dengan adanya sweeping-sweeping di lapangan.”
Pernyataan ini penting. Karena seringkali, kegaduhan di lapangan justru memperkeruh suasana, menciptakan kekhawatiran berlebihan, hingga main hakim sendiri. Padahal, urusan pengawasan produk halal harus dikembalikan pada regulasi, bukan emosi.
Lebih jauh, Babe Haikal mengingatkan bahwa sertifikat halal itu bukan sekadar pajangan di kemasan. “Sertifikat halal adalah representasi standar halal yang tertuang dalam Sistem Jaminan Produk Halal yang harus diimplementasikan dalam proses produk halal secara konsisten, sehingga produk benar-benar terjaga kehalalannya dari waktu ke waktu,” katanya.
Untuk itu, pengawasan bukan hanya soal razia-razia seremonial, tapi daily inspection alias inspeksi harian. BPJPH, kata Haikal, saat ini memperketat pengawasan, bahkan menjalin kerja sama lintas sektor untuk memperkuat barisan. Karena menjaga standar halal, pada akhirnya, adalah tugas semua pihak.
Tak hanya pemerintah. Di dalam perusahaan, ada yang namanya penyelia halal. Ini adalah orang yang bertanggung jawab memastikan semua proses produksi berjalan sesuai prinsip halal, dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. “Pengawasan Jaminan Produk Halal sejatinya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja,” tegas Babe Haikal.
Sebagai konsumen, penting juga berpikir logis. Tidak semua persoalan soal produk halal-haram harus diselesaikan dengan emosi. Ada mekanisme resmi, ada pengawasan, dan yang lebih penting: ada tanggung jawab yang nyata. Karena kepercayaan publik terhadap label halal itu, mahal harganya.
Untuk informasi beragam lainnya ikuti kami di medsos:
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.