KUTIPAN – Dalam menghadapi risiko kerja yang meningkat, revisi Undang-Undang Keimigrasian yang baru saja disahkan memperkenalkan aturan penggunaan senjata api bagi petugas imigrasi. Aturan ini didorong oleh kejadian kekerasan terhadap petugas, termasuk tragedi di Kantor Imigrasi Jakarta Utara, di mana seorang petugas meninggal di tangan teroris yang tidak terduga pada bulan April 2023.
Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, menekankan bahwa risiko terhadap petugas imigrasi tidak hanya terjadi di kantor-kantor imigrasi tetapi juga di perbatasan negara, yang sering kali menjadi titik panas kegiatan kejahatan transnasional.
“Penggunaan senjata api menjadi kebutuhan mendesak untuk perlindungan diri petugas serta memperkuat kapasitas mereka dalam menangani pelanggaran keimigrasian,” ujar Silmy pada 27 September 2024.
Dengan peningkatan signifikan dalam aktivitas penindakan keimigrasian—yang mencatat peningkatan 124% dari Januari hingga September 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya—kebutuhan akan peraturan yang memadai tentang penggunaan senjata api menjadi semakin mendesak.
Pemerintah, menurut Silmy, sedang menyiapkan aturan lebih rinci melalui peraturan menteri, dengan mengadopsi praktik terbaik dari negara-negara dengan kebijakan imigrasi yang sudah maju seperti Singapura dan Amerika Serikat.
Silmy berharap bahwa dengan aturan yang ketat dan spektrum mikroskopis untuk petugas yang dapat mengakses senjata api, risiko kerja dapat diminimalkan tanpa mengurangi efektivitas penegakan hukum.(*/Mat)