
KUTIPAN – Siapa sangka, surat pengangkatan pegawai yang terlihat resmi bisa jadi cuma hasil download dan editan ala warnet. Minggu dini hari, 4 Mei 2025. Di tengah dinginnya malam Jombang yang biasanya hanya diisi suara kodok dan laron kesasar, sebuah drama tangkap tangan terjadi. Pelakunya bukan koruptor kelas kakap, bukan pula mafia tanah. Tapi seorang pria berinisial DFR (30), warga Gunungsari, Dukuh Pakis, Surabaya—yang entah sedang apes atau memang belum tobat. Dia ditangkap karena menyamar jadi jaksa dan menipu dua orang pemuda dengan iming-iming pekerjaan PNS.
DFR, pria yang konon dulunya guru honorer, punya ide yang bisa bikin Elon Musk pun geleng-geleng: jadi jaksa gadungan demi cuan. Dia tidak sekadar ngaku-ngaku, tapi juga menyusun strategi layaknya staf HRD kejaksaan sungguhan. Korbannya dua anak muda: Ahmad Faruq Iqbal (19), warga Gudo, Jombang, dan Muhammad Ferdy Hadityah (19), warga Lamongan. Sama-sama masih muda, sama-sama punya mimpi jadi pegawai Kejaksaan Negeri Surabaya.
DFR menjanjikan mimpi itu bisa jadi kenyataan. Syaratnya? Cuma bayar Rp 50 juta per kepala. Murah? Ya tergantung siapa yang lihat. Tapi buat pemuda yang sedang cari masa depan, Rp 50 juta bisa jadi tiket emas menuju stabilitas finansial dan status sosial.
Supaya lebih meyakinkan, DFR bahkan membuat surat pengangkatan palsu. Caranya? “Pelaku download surat dari situs kejaksaan. Kemudian dia memasukkan data identitas korban. Setelah diedit, pelaku kirim surat itu ke korban untuk dicetak,” jelas Kasat Reskrim Polres Jombang, AKP Margono Suhendra.
Seolah belum cukup absurd, surat tersebut dibuat seakan resmi. Lengkap dengan kop, nomor, dan bahasa formal yang mungkin lebih rapi dari skripsi mahasiswa hukum. Korban terpedaya. Mereka percaya, dan mulai menyetor uang. Faruq menyetor Rp 17 juta. Ferdy ikut-ikutan, setor Rp 15 juta. Total sudah terkumpul Rp 32 juta.
Namun, harapan itu mulai runtuh ketika logika mulai jalan. Mereka curiga, lalu konfirmasi langsung ke Kejari Surabaya. Dan benar saja, surat itu tidak pernah ada dalam database instansi penegak hukum itu.
Langsung, kedua korban melapor ke polisi. Polres Jombang bergerak cepat. Bersama kejaksaan, mereka lakukan OTT di rumah Faruq. DFR diciduk saat baru saja menerima tambahan Rp 2 juta dari ibu korban. Malam itu, aksi tipu-tipu DFR tamat.
Barang bukti? Ada. Mulai dari mobil Daihatsu Terios sewaan, dua ponsel pintar (yang sayangnya tidak digunakan untuk hal pintar), surat pengangkatan palsu, satu bendel dokumen rekrutmen, hingga uang Rp 2,48 juta yang belum sempat dihabiskan buat beli pulsa atau kopi kekinian.
Lebih mengejutkan, ternyata DFR adalah pemain lama. “Pelaku ini merupakan residivis kasus yang sama, dia pernah dihukum di Lapas Pasuruan,” ujar AKP Margono.
Akhir cerita? DFR kembali menginap gratis di Rutan Polres Jombang. Kali ini bukan karena tugas dinas, tapi karena jeratan Pasal 378 KUHP (penipuan) dan/atau Pasal 372 KUHP (penggelapan), junto Pasal 65 KUHP. Ancaman maksimalnya? 5 tahun 4 bulan. Lumayan lama untuk mikir dan tobat.
Tapi yang perlu kita renungkan bareng-bareng, kenapa masih banyak orang tergoda dengan janji jalan pintas jadi PNS? Apakah karena sistem yang terlalu sulit? Atau karena mimpi yang terlalu tinggi tanpa logika?. Satu hal pasti: download dokumen resmi dari internet itu sah-sah saja, asal bukan buat menipu orang dan mengaku-ngaku jadi jaksa.
Editor: Husni Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.