KUTIPAN- Pemerintah terus menunjukkan komitmennya untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus menstimulasi perekonomian melalui berbagai kebijakan strategis, termasuk di sektor perpajakan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dilakukan secara selektif dengan mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong.
“Keadilan adalah di mana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ujar Sri Mulyani dalam pernyataan tertulisnya kepada InfoPublik, Sabtu (21/12/2024).
Bebas PPN untuk Kebutuhan Pokok dan Jasa Esensial
Kebijakan PPN 12 persen ini dirancang dengan keberpihakan terhadap masyarakat kecil. Kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa angkutan umum akan tetap bebas PPN alias dikenakan tarif 0 persen. Pemerintah juga memberikan subsidi dalam bentuk Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk beberapa barang kebutuhan industri seperti tepung terigu, gula untuk keperluan industri, dan Minyak Kita (sebelumnya dikenal sebagai minyak curah).
PPN untuk Barang dan Jasa Mewah
Sebaliknya, tarif PPN 12 persen akan dikenakan untuk barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti makanan premium, layanan rumah sakit kelas VIP, hingga pendidikan berstandar internasional dengan biaya tinggi. Langkah ini dimaksudkan untuk memastikan kontribusi pajak yang lebih besar berasal dari kelompok masyarakat yang lebih mampu.
Paket Kebijakan Ekonomi 2025
Selain kebijakan PPN, pemerintah juga meluncurkan sejumlah program stimulus ekonomi untuk memperkuat daya tahan masyarakat dan pelaku usaha. Beberapa kebijakan utama meliputi:
- Bantuan sosial untuk masyarakat menengah ke bawah, seperti bantuan pangan dan diskon listrik hingga 50 persen.
- Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM.
- Insentif PPh 21 DTP untuk industri padat karya.
- Berbagai insentif PPN untuk sektor tertentu.
Total alokasi insentif perpajakan pada tahun 2025 mencapai Rp265,6 triliun.
“Insentif perpajakan 2025 mayoritas dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa, dan pelaku ekonomi,” jelas Sri Mulyani.
Komitmen untuk Mendengar Aspirasi
Menkeu juga menekankan bahwa pemerintah terbuka terhadap masukan untuk menyempurnakan kebijakan perpajakan. “Dengan terus melihat data, mendengar semua masukan, memberikan keseimbangan, dan menjalankan tugas kita, APBN dan perpajakan bisa menjadi instrumen untuk menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan, dan gotong royong,” tutupnya