KUTIPAN – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo HR Muhammad Syafii optimis Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan oleh jemaah Indonesia bisa ditekan hingga di bawah Rp56 juta. Pernyataan ini disampaikannya usai mengikuti Rapat Kerja (Raker) antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR RI di Senayan, Jakarta, pada Senin (30/12/2024).
“Kita tidak hanya ingin menekan nilai manfaat, tetapi juga serius menurunkan Bipih. Jika tahun lalu Bipih berada di angka Rp56 juta, insya Allah tahun ini bisa disisir kembali sehingga angkanya lebih rendah,” ujar Wamenag.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang tersebut, dibahas usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 2025. Kemenag mengusulkan rata-rata BPIH sebesar Rp93,39 juta, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencapai Rp93,41 juta. Pembahasan ini akan dilanjutkan oleh Panitia Kerja (Panja) BPIH, dengan target keputusan akhir pada 10 Januari 2025.
Wamenag menjelaskan, Kemenag berupaya mengembalikan komposisi pembiayaan seperti tahun sebelumnya, yaitu 40% dari Bipih yang dibayar jemaah dan 60% bersumber dari Nilai Manfaat dana haji.
“Kalau kembali ke komposisi itu, ongkos yang ditanggung jemaah bisa tidak naik,” tambahnya.
Untuk menekan biaya, sejumlah langkah telah disiapkan, termasuk negosiasi dengan berbagai penyedia layanan.
- Biaya Penerbangan: Salah satu komponen terbesar dalam BPIH adalah biaya penerbangan yang mencakup 30% dari total ongkos. “Kami sedang negosiasi untuk menurunkan keuntungan dari avtur. Kalau bisa dipotong hingga 10%, ini akan berdampak signifikan,” jelas Wamenag.
- Layanan Armuzna: Kemenag juga mengupayakan penurunan harga layanan di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). “Kalau tahun lalu sekitar Rp18 juta, ada peluang turun menjadi Rp16 juta sekian,” ungkapnya.
- Biaya Katering: Selain itu, biaya katering yang sebelumnya sekitar SAR 16,5 per porsi juga sedang dinegosiasikan agar turun menjadi SAR 14 atau 15.
Wamenag memastikan penurunan biaya tidak akan mengurangi kualitas layanan. Menurutnya, iklim kompetisi yang semakin terbuka di Arab Saudi justru menjadi peluang untuk mendapatkan layanan yang lebih baik dengan harga lebih rendah.
“Dulu, penyedia layanan sangat sedikit sehingga ada sedikit monopoli. Sekarang, jumlahnya jauh lebih banyak. Untuk hotel saja, misalnya, tahun lalu hanya belasan, sekarang ada 400-an penyedia,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, persaingan ketat ini membuat penyedia layanan berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik.
“Dengan banyaknya pesaing, harga semakin kompetitif, dan jemaah bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik,” tandasnya.
Panja BPIH dijadwalkan segera memulai pembahasan detail.
“Kita berharap paling lama 10 Januari sudah ada keputusan supaya proses bisa berjalan lebih cepat,” tutup Wamenag.