
KUTIPAN – Ada yang menarik di Jakarta Pusat beberapa hari ini. Polisi bergerak cepat, bukan cuma mengurai kemacetan atau ngatur demonstrasi, tapi juga “membersihkan” ruang publik dari atribut ormas dan preman-preman yang biasa nongkrong sambil main ancam-ancaman.
Pada Jumat, 9 Mei 2025, Operasi Brantas Jaya 2025 resmi digelar serentak di delapan polsek jajaran Jakarta Pusat. Hasilnya? Sebanyak 109 bendera dan dua spanduk milik berbagai organisasi kemasyarakatan diturunkan. Wilayah Sawah Besar jadi “jawaranya”, dengan 32 bendera yang harus rela dicabut dari tempat umum.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, tegas mengatakan bahwa penertiban ini bukan asal-asalan. “Penurunan atribut ormas ini merupakan bagian dari penegakan aturan untuk menjaga ketertiban umum. Tidak boleh ada simbol kelompok yang menguasai ruang publik secara sewenang-wenang,” jelasnya pada Minggu, 11 Mei 2025.
Coba dipikir logis, kalau ruang publik dipenuhi simbol kelompok tertentu, siapa yang nyaman? Rasanya, seperti ruang milik bersama malah dikuasai segelintir pihak. Padahal, jalanan, trotoar, dan taman itu bukan milik satu golongan saja. Semua warga berhak menikmati tanpa rasa terintimidasi.
Bukan cuma soal bendera dan spanduk, Operasi Brantas Jaya juga menemukan praktik pemalakan di kawasan Thamrin City, Tanah Abang. Dua pria, Sugiarto (39) dan Tio Pangestu (25), tertangkap basah memalak sopir mobil boks. Modusnya klasik: minta uang parkir liar Rp20 ribu sambil mengancam. Polisi langsung mengamankan keduanya tanpa babibu.
“Kami tidak akan memberi ruang bagi aksi premanisme. Siapa pun yang mengintimidasi warga di ruang publik akan kami tindak tegas,” ujar Kapolres.
Kedua preman ini sekarang harus berhadapan dengan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan. Kalau terbukti, hukuman maksimalnya bisa sampai sembilan tahun penjara. Lumayan panjang untuk sekadar parkir-parkiran liar.
Lebih besar lagi, ini bagian dari gerakan masif Polda Metro Jaya. Operasi Anti-Premanisme yang digelar juga melibatkan kekuatan penuh: 999 personel gabungan diterjunkan. Dari jumlah itu, 306 personel berasal dari TNI AD, AL, AU, lalu 663 dari Polri, plus 30 orang dari Pemprov DKI.
“Operasi anti-premanisme yang kita laksanakan hari ini melibatkan 999 personel gabungan,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto saat apel pasukan di Monas, Jakarta Pusat.
Operasi ini berlangsung dari 9 sampai 23 Mei 2025. Dalam pelaksanaannya, unsur intelijen pun dilibatkan untuk mendeteksi sejak dini dan menindak para pelaku premanisme sebelum mereka sempat meresahkan.
Gerakan ini seolah ingin mengingatkan, bahwa ruang publik bukanlah arena adu kuasa. Bendera, spanduk, dan aksi premanisme yang dipajang seenaknya jelas bukan ekspresi bebas yang sehat. Ini soal ketertiban, soal rasa aman, soal hak semua warga untuk hidup tenang.
Dan sekali lagi, buat yang hobi main ancam-ancam di ruang umum, siap-siap. Era main kuasai trotoar atau malak di pinggir jalan sudah saatnya tamat.
Editor: Fikri Laporan ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan.