
KUTIPAN – Kunjungan edukasi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Dabo Singkep pada Kamis (13/11/2025) mendadak menjadi ruang belajar yang jauh dari gambaran “tempat seram” yang sering muncul di cerita-cerita kampung.
Rombongan siswa dan guru SMPIT Insan Cendikia Dabo Singkep datang bukan untuk menonton film misteri kehidupan di balik jeruji, melainkan untuk memahami bahwa sistem pemasyarakatan itu sejatinya berbicara tentang pembinaan, perubahan, dan tanggung jawab sosial.
Rombongan itu disambut hangat oleh Kepala Lapas Dabo Singkep, Yusrifa Arif, ditemani para pejabat struktural dan pegawai yang dari raut wajahnya tampak sudah sering memandu kegiatan seperti ini. Dalam sambutan resminya, Kalapas Yusrifa Arif memberikan apresiasi bahwa sekolah memilih Lapas sebagai ruang belajar tentang kehidupan.
“Kami menyambut baik kunjungan ini. Melalui kegiatan edukasi seperti ini, kami berharap para siswa dapat memahami pentingnya menaati hukum serta menumbuhkan rasa empati terhadap sesama,” ujar Yusrifa Arif.
Dari situ, suasana berubah menjadi sesi belajar lapangan yang cukup membuka mata. Para siswa diperkenalkan dengan fungsi Lapas yang tidak hanya sekadar membatasi ruang gerak warga binaan, melainkan juga membentuk kembali kepribadian dan kemandirian mereka melalui program-program positif.

Mereka diajak melihat langsung fasilitas pembinaan, mendengar penjelasan petugas, hingga berdialog tentang bagaimana proses pemasyarakatan dijalankan secara humanis.
Pihak SMPIT Insan Cendikia pun menyampaikan terima kasih karena telah diberikan ruang untuk belajar hal yang jarang tersentuh di ruang kelas. Bagi para pelajar, kunjungan ini ibarat menyalakan lampu baru dalam pemahaman mereka tentang hukum serta konsekuensi dari setiap tindakan.
Di balik kunjungan edukatif tersebut, Lapas Dabo Singkep menunjukkan bahwa pemasyarakatan bukan hanya soal penjara dan tembok tinggi, tetapi juga soal keterbukaan, pembinaan, dan upaya memperkuat hubungan dengan masyarakat.
Dunia pendidikan menjadi mitra penting dalam memperkenalkan wajah pemasyarakatan yang lebih humanis yang pada akhirnya menanamkan kesadaran bahwa patuh hukum itu bukan sekadar teori, melainkan fondasi hidup bersama.





