Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri terus mendalami kasus dugaan perekrutan honorer dan gaji fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Kepri. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari masyarakat yang mengikuti seleksi sebagai honorer di DPRD Provinsi Kepri namun dinyatakan tidak lulus.
Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Nasriadi, mengungkapkan bahwa beberapa masyarakat yang tidak diterima sebagai honorer di DPRD Provinsi Kepri justru masuk sebagai karyawan honorer dan menerima gaji setiap bulannya tanpa benar-benar bekerja. Kasus ini terjadi sejak tahun 2021 hingga 2023, dengan jumlah perekrutan sebanyak 167 orang pada tahun 2021, 219 orang pada tahun 2022, dan 219 orang pada tahun 2023.
“Setelah kita lakukan penyelidikan ternyata benar, ada beberapa masyarakat yang tidak diterima sebagai honorer DPRD Provinsi Kepri tetapi namanya masuk sebagai karyawan honorer dan menerima gaji setiap bulannya sementara gaji tersebut tidak diterima sedikitpun,” ujar Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes Pol Nasriadi saat konferensi pers Kamis (9/11/2023).
Proses perekrutan ini menjadi dasar penyelidikan terhadap indikasi adanya honorer dan gaji fiktif. Nasriadi menjelaskan bahwa terdapat tiga kluster modus dalam kasus ini. Pertama, ada yang dinyatakan tidak lulus namun masuk sebagai karyawan honorer. Kedua, calon honorer yang lulus tetapi tidak bekerja tetapi tetap menerima gaji setiap bulan. Dan ketiga, pejabat yang memiliki pembantu dan supir yang didaftarkan sebagai honorer padahal mereka tidak bekerja secara resmi.
“Hingga saat ini kami masih melakukan proses penyelidikan serta pendalaman terhadap adanya indikasi honorer dan gaji fiktif yang diterima oleh beberapa ratus karyawan DPRD Provinsi Kepri sementara karyawan tersebut fiktif. Tidak bekerja dan diduga karyawan ini adalah pembantu daripada para pejabat itu sendiri,” ungkapnya.
Nasriadi menegaskan bahwa penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri terus mendalami ketiga kluster modus tersebut. Hingga saat ini, sudah 20 orang saksi yang diperiksa terkait kasus ini, termasuk honorer dan pihak internal seperti bagian keuangan dan rekrutmen. Gubernur Kepri sejak Januari 2013 telah melarang penerimaan honorer karena dianggap membebani anggaran pemerintah Provinsi Kepri, namun kasus ini menunjukkan bahwa praktik tersebut masih terjadi dengan berbagai modus. Penyelidikan akan terus dilakukan hingga tahap penyidikan untuk mengungkap seluruh fakta dalam kasus ini.
“Sudah jelas, Gubernur Kepri sejak Januari tahun 2013 tidak boleh lagi adanya penerimaan honorer karena dinilai membebankan anggaran pemerintah Provinsi Kepri, namun hal itu masih terjadi dengan berbagi modus,” pungkasnya.(Yun)