KUTIPAN – Tolak Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, puluhan jurnalis yang ada di Batam baik televisi, cetak maupun online melakukan aksi damai di Kantor DPRD Kota Batam, Senin (27/5/2024).
Puluhan jurnalis yang ikut aksi damai tersebut tergabung dalam organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kepri, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kepri, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kepri, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Batam, Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).
Ketua IJTI Kepri, Gusti Yenosa menyampaikan, kegiatan aksi damai ini dari seluruh organisasi jurnalis yang ada di Batam dan Kepri yakni IJTI, PWI, JMSI, SMSI, AJI, PFI dan SPS.
“Kita bergerak untuk menolak RUU Penyiaran, karna itu bertentangan dengan Undang-Undang Pers No 40 tahun 1999,” ujar Oca.
Dikatakan Oca, kita menolak semua Pasal bermasalah diantaranya Pasal 50 yang melarang liputan investigasi.
“Liputan investigasi adalah strata tertinggi di dalam jurnalistik,” tegas Oca.
Pengesahan Pasal bermasalah, lanjutnya, berarti upaya dalam pelemahan pers. Kita mendukung penguatan terhadap Dewan Pers.
“Kegiatan hari ini diikuti hampir ratusan teman-teman jurnalis yang bekerja di Batam. Kita akan tetap melakukan penolakan sampai ini tidak di sah kan, karna ini benar-benar mundurnya demokrasi dan yang akan dirugikan dalam hal ini adalah rakyat. Intinya kita dari Batam Kepri menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran,” tutupnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua PWI Kepri Andi Gino. Ia menilai, ada beberapa Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sangat bertentangan dengan kinerja Jurnalistik.
“Pasal- Pasal dalam RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan kinerja kita dilapangan. Apalagi, melarang Jurnalis untuk melakukan peliputan investigasi. Maka kami wajib menolak RUU Penyiaran dan sepakat apa yang sudah menjadi keputusan Dewan Pers,” tambah Andi Gino.
Menanggapi, soal penolakan Rancangan Undang-Undang Penyiaran, Ketua DPRD Batam Nuryanto menjelaskan, bahwa DPRD Batam telah menerima segala bentuk aspirasi Jurnalis Kepri dan akan meneruskannya ke DPR RI.
“Sebagai lembaga wakil rakyat, tentu kami DPRD Batam akan meneruskan seluruhnya aspirasi Jurnalis Kepri untuk disampaikan ke DPR RI,” bebernya.
Secara pribadi, Nuryanto mengaku kurang setuju dengan RUU Penyiaran. Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 lahir dari reformasi sehingga menurutnya kurang pas jika RUU ini benar-benar disahkan.
“Saya melihat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 lahir dari reformasi dan saya bagian dari reformasi itu sendiri. Media adalah pilar demokrasi, ketika pilar demokrasi ini dibatasi tentu sistem demokrasi di negeri ini akan terganggu,” jelasnya.
Diketahui, adapun poin-poin tuntutan dalam aksi damai yang dilakukan Jurnalis Kepri diantaranya:
- Beberapa pasal RUU Penyiaran versi Maret 2024 yang kami nilai cukup menganggu kerja-kerja jurnalistik. Pasal – Pasal ini akan membuat KPI menjadi lembaga superbody dalam dunia jurnalistik dan juga kewenangan nya akan tumpang tindih dengan Dewan Pers. Ruang lingkup kerja KIP pun nantinya bertambah yakni platform digital penyiaran.
- Kami menilai Pasal paling bermasalah dan bertentangan dengan semangat reformasi adalah 508 ayat 2 (c) mengenai standar isi siaran. Secara spesifik disebutkan bahwa ada pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
- Pasal ini sangat absurd dengan tendensi anti kebebasan Pers. Pasal ini secara terang benderang menyasar kerja-kerja jurnalistik Investigasi.
- Menurut Pakar Ilmu Komunikasi, definisi penyiaran ini bisa luas cakupannya, tidak hanya akan menyasar media arus utama, tetapi juga jurnalisme investigasi yang dilakukan via internet, media online, atau bahkan hingga media sosial.
- Pasal 508 ayat 2 (c) ini sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers yang menyatakan, bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedalan atau pelarangan penyiaran. Selain itu, di Pasal 4 ayat 1 UU Pers jelas menyatakan kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Pasal 508 ayat 2 K RUU Penyiaran menyatakan akan menghentikan tayangan dianggap mencemarkan nama baik. Pasal ini dapat digunakan untuk menyerang para pengkritiknya. Selain itu, pasal pencemaran nama baik telah dicabut dari KUHPindana oleh Mahkamah Konstitusi Maret 2024 lalu.
- Kewenangan KIP berdasarkan RUU Penyiaran menyatakan bisa mengatur dan menangani sengketa pers penyiaran. Kami menilai hal ini tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers, serta tumpang tindih UU Pers dan RUU Penylaran.
- Perluasaan kewenangan KPI dalam draft RUU Penyiaran versi Maret 2024 berpotensi memberhangus kemerdekaan pers, kebebasan ekspresi dan kreativitas di ruang digital.(Yun)