
KUTIPAN – Senin (15/12/2025) mungkin terasa seperti hari Senin pada umumnya bagi sebagian besar warga Batam. Hari di mana deadline mulai menghantui dan kopi terasa kurang pahit. Namun, di Lapangan Futsal SP, Kecamatan Sagulung, Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, sedang melakoni ritual penting, penyerahan bantuan paket sembako kepada anak-anak yatim dari tiga kecamatan sekaligus, Sagulung, Batu Aji, dan Sekupang.
Jika Anda mengira ini hanya gimmick bagi-bagi sembako biasa, Anda keliru. Amsakar datang dengan filosofi yang cukup berat, bahkan cenderung menohok. Ia tidak hanya bicara soal beras dan minyak, tapi soal tanggung jawab yang selama ini sering diabaikan.
Amsakar Achmad membuka sesi dengan statement yang setara tamparan halus, perhatian terhadap anak yatim merupakan tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat. Tidak main-main, ia bahkan membawa perspektif spiritual. Anak yatim, katanya, memiliki kedudukan istimewa yang tentu saja selayaknya mendapatkan perhatian dan perlindungan yang lebih.
“Agama mengajarkan kepada kita semua bahwa menyantuni dan memperhatikan anak yatim bukan sekadar anjuran, melainkan kewajiban moral bersama. Mereka adalah amanah yang harus kita jaga,” ujar Amsakar, yang seketika membuat kalimat ini layak dicetak di tumbler motivator.
Ketika Moral Bertemu Konstitusi
Biasanya, politisi cukup berhenti di ranah moral dan agama. Aman. Namun, Amsakar tampaknya ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak hanya religius, tapi juga taat hukum. Ia menyeret peran negara ke dalam urusan ini.
Menurut Amsakar, melindungi anak yatim dan fakir miskin bukan cuma urusan malaikat, tapi juga diamanatkan dalam konstitusi. Lha, iya dong, kan selama ini kita sering lupa kalau negara itu punya kewajiban.
Ia menegaskan, negara hadir melalui pemerintah untuk memastikan anak-anak ini tidak terlantar, memperoleh perlindungan, perhatian, serta kesempatan yang layak. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh ghosting dari tanggung jawab.
“Berangkat dari amanat itu, Pemerintah Kota Batam menginisiasi kegiatan ini. Tujuannya bukan hanya berbagi paket sembako, tetapi sebagai wujud kehadiran pemerintah dalam mengantarkan anak-anak kita menjadi generasi yang kuat, berakhlak, dan memiliki masa depan yang lebih baik,” jelasnya.
Sungguh mulia, tujuannya bukan sekadar mengenyangkan perut, tapi menciptakan generasi yang kuat dan berakhlak. Semoga saja cita-cita ini tidak menguap seiring habisnya stok sembako.
Doa Anak Yatim Lebih Ampuh dari Kopi Pahit
Kepada para pengelola panti asuhan, Amsakar memberikan wejangan pamungkas yang menyentuh ranah spiritual-pragmatis. Ia berpesan agar anak-anak dirawat dengan penuh kasih sayang. Kenapa? Karena, katanya, doa tulus anak yatim itu punya kekuatan dan keberkahan yang besar.
“Rawat dan jaga anak-anak kita ini dengan sebaik-baiknya. Doa mereka, insyaallah, akan menjadi keberkahan bagi kita semua,” tuturnya.
Ya, kalau dipikir-pikir, daripada pusing-pusing mencari blessing atau keberuntungan, rupanya kuncinya cuma satu, jaga anak yatim baik-baik. Doa mereka bisa jadi lebih ampuh daripada affirmasi pagi yang diulang-ulang setiap hari.
Acara ditutup dengan penyerahan simbolis yang penuh kehangatan dan rasa syukur. Sebuah ending yang manis, mengingatkan kita bahwa di tengah keruwetan politik dan hiruk pikuk kota, masih ada secercah kesadaran bahwa anak yatim itu amanah. Amanah yang kalau diabaikan, bisa jadi doanya justru membalikkan nasib kita. Ngeri.





