
KUTIPAN – Sejak 17–18 September 2025, Balai Adat Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau mendadak jadi titik kumpul orang-orang yang punya satu keresahan sama: bagaimana nasib budaya Lingga di masa depan. Lokakarya bertajuk “Budaya Lingga Menuju Warisan Budaya Tak Benda Indonesia” itu seolah jadi arena adu gagasan, tapi dengan nuansa hangat khas pertemuan budaya.
Acara ini digagas oleh pegiat budaya Lazuardy dan melibatkan 30 peserta dari beragam kalangan mulai dari akademisi, komunitas seni, hingga perwakilan masyarakat adat. Satu misi mereka: bagaimana khazanah budaya Lingga tidak hanya bertahan di ranah lokal, tapi juga diakui secara nasional bahkan internasional.
Merawat Budaya: Tanggung Jawab Bersama
Dalam forum, hadir narasumber utama seperti Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga, Zalmidri, SE.Par, pegiat budaya Darwani, serta Lazuardy sendiri. Pesan utama mereka tegas: budaya bukan sekadar tontonan, tapi warisan yang harus dijaga bersama.
“Tugas merawat warisan budaya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga membutuhkan peran serta masyarakat,” kata Zalmidri di hadapan peserta.
Ia menambahkan, tradisi, kesenian, hingga kuliner khas Lingga punya potensi besar untuk diajukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Namun tanpa partisipasi aktif masyarakat, langkah itu akan tertatih.
Kuliner Sebagai Pintu Masuk Budaya
Isu kuliner jadi topik yang paling menggugah perhatian. Lazuardy menilai makanan tradisional Lingga adalah medium paling mudah untuk memperkenalkan budaya kepada khalayak luas.

“Ke depan, kuliner khas Lingga perlu kembali diperkenalkan kepada masyarakat luas. Sebab makanan bukan hanya soal rasa, tapi juga sarat nilai budaya dan sejarah,” ujarnya.
Bagi Lazuardy, dapur Lingga tidak sekadar urusan perut, tapi representasi identitas yang layak dipromosikan kembali agar tidak tenggelam dalam gempuran budaya instan.
Memahami Proses Pengajuan WBTB
Lazuardy juga membedah aspek teknis dalam pengajuan tradisi atau karya agar diakui sebagai WBTB oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ia menekankan bahwa pengetahuan soal prosedur ini sangat penting agar masyarakat bukan hanya menjadi penonton pasif, melainkan ikut berperan aktif.
“Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga, tetapi juga mengangkat nilai budaya Lingga ke tingkat nasional bahkan internasional,” tegasnya.
Dukungan dan Harapan
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini mendapat dukungan penuh dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV. Lazuardy menyampaikan apresiasi atas kolaborasi tersebut, karena tanpa dukungan kelembagaan, lokakarya sulit berjalan maksimal.
Harapannya, pertemuan ini bukan sekadar forum diskusi, tetapi langkah awal yang konkret untuk menghidupkan kembali tradisi khas Lingga, memperkuat identitas daerah, dan membuka jalan menuju pengakuan warisan budaya dunia.