
KUTIPAN – Kalau selama ini China dikenal sebagai negara yang mengekspor hampir apa saja ke seluruh dunia, kini giliran Kabupaten Lingga yang ikut nimbrung dalam arus dagang global. Bukan lewat barang mewah atau teknologi canggih, melainkan lewat cocopeat serbuk sabut kelapa yang selama bertahun-tahun kerap dipandang sebelah mata.
Selasa, 16 Desember 2025, sebanyak 24 ton cocopeat kembali diberangkatkan ke China. Ini bukan ekspor perdana, tapi ekspor kedua dari Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) Kelapa Kabupaten Lingga yang berlokasi di Desa Resang, Kecamatan Singkep Pesisir. Dua truk ekspedisi mengangkut hasil olahan kelapa itu, menyeberang lewat kapal Roro menuju Batam, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke negeri tirai bambu.
Sentra IKM Kelapa ini berada di bawah naungan DisperindagKop UMKM Kabupaten Lingga dan dikelola oleh koperasi Cahaya Selingsing Mandiri. Di tempat inilah sabut kelapa yang dulu sering cuma jadi limbah diolah, dikemas, dan akhirnya punya paspor ekspor.
Plt Kepala DisperindagKop UMKM Kabupaten Lingga, Febrizal Taufik, menjelaskan bahwa pengiriman kedua ini bukan proses instan. Dibutuhkan waktu produksi sekitar 15 hari sejak ekspor pertama dilakukan.
“Jeda waktu yang dilakukan setelah ekspor pertama dibutuhkan sekitar 15 hari produksi untuk menghasilkan 24 ton cocopeat. Ke depannya dalam satu bulan kita perkirakan dapat dua kali ekspor dengan total sekitar 50 ton per bulan,” ujar Febrizal Taufik, Rabu (17/12/2025).

Angka 50 ton per bulan mungkin terdengar biasa bagi industri besar. Tapi bagi sentra IKM di daerah kepulauan seperti Lingga, ini bukan angka kecil. Ini sinyal bahwa produk lokal, kalau dikelola serius, bisa ikut duduk di meja perdagangan internasional.
Febrizal juga melihat ekspor cocopeat ini bukan sebagai garis finis, melainkan pintu masuk. Produk turunan kelapa lainnya sudah mulai dilirik untuk menyusul ke pasar global.
“Tidak menutup kemungkinan hasil produksi di Sentra IKM Kelapa Lingga seperti coco fiber dan produk turunannya dapat tembus ke pasar internasional juga,” ungkapnya.
Di balik angka tonase dan jadwal ekspor, ada cerita lain yang tak kalah penting, lapangan kerja. Permintaan dari pasar internasional otomatis menuntut produksi yang lebih stabil dan berkelanjutan. Artinya, kebutuhan tenaga kerja pun ikut meningkat.
“Dengan banyaknya pesanan dari pasar internasional tentu akan membutuhkan tambahan tenaga kerja. Hal ini dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kabupaten Lingga, khususnya masyarakat Desa Resang,” kata Febrizal.
Bagi warga Desa Resang, ekspor cocopeat ini bukan sekadar kabar ekonomi makro. Ini tentang peluang kerja di kampung sendiri tanpa harus pergi jauh, tanpa harus meninggalkan tanah kelahiran.
“Dengan adanya lapangan pekerjaan dari Sentra IKM Kelapa ini, perekonomian masyarakat akan terbantu,” ujar Febrizal.
Dari sabut kelapa yang dulu kerap terbuang, kini harapan ikut berlayar. Diam-diam, dari Desa Resang, Lingga sedang mengirim pesan ke dunia, produk kampung pun bisa mendunia.





