
KUTIPAN – Kalau bicara soal arsip, orang sering membayangkan tumpukan kertas kusam di ruangan yang lembap, penuh debu, dan kadang lebih mirip gudang daripada kantor. Padahal, arsip itu bukan sekadar kertas—ia adalah memori, jejak langkah, sekaligus bukti akuntabilitas sebuah pemerintahan.
Maka ketika Pemerintah Kota Tanjungpinang memutuskan untuk melakukan pemusnahan arsip, jangan buru-buru dibayangkan dramatis ala film spionase dengan mesin penghancur dokumen super canggih. Nyatanya, ini adalah bagian dari rutinitas birokrasi yang justru menyehatkan tata kelola pemerintahan.
Hari Selasa (30/9/2025), Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungpinang, Zulhidayat, hadir langsung dalam kegiatan pemusnahan arsip di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Ia menegaskan bahwa acara ini bukan sekadar “buang-buang kertas,” melainkan upaya serius menciptakan pemerintahan yang lebih tertib.
“Arsip adalah sumber informasi sekaligus bukti akuntabilitas kinerja pemerintahan. Oleh karena itu, pemusnahan arsip harus dilakukan secara terukur, transparan, dan sesuai prosedur yang berlaku. Dan tentunya proses pemusnahan arsip yang dilaksanakan hari ini telah melalui prosedur resmi berdasarkan rekomendasi Tim Penilai Arsip dengan tujuan tata kelola pemerintahan kita menjadi lebih tertib dan efisien,” kata Zulhidayat.
Kata kuncinya ada di “tertib” dan “efisien”. Pemerintah tidak sedang menghapus jejak, melainkan membersihkan ruang dari yang sudah tak relevan, agar informasi yang benar-benar penting bisa diakses tanpa harus menggali tumpukan dokumen masa lalu yang sudah basi.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Meitya Yulianti, menambahkan logika yang sama. Menurutnya, siklus pengelolaan arsip memang selalu punya fase pemusnahan.
“Pemusnahan arsip yang kita laksanakan hari ini sudah melalui prosedur yang sah sesuai rekomendasi Tim Penilai Arsip. Langkah ini penting agar hanya arsip yang masih bernilai guna yang disimpan, sehingga pengelolaan arsip lebih tertib, efisien, dan mendukung terciptanya pemerintahan yang akuntabel,” jelas Meitya.
Kegiatan ini dihadiri pula perwakilan perangkat daerah, Tim Penilai Arsip, serta pejabat terkait. Intinya, arsip memang tidak abadi.
Ia punya masa hidup. Yang bernilai tetap dijaga, yang tidak relevan harus rela dibakar atau dicacah. Dan dari situlah pemerintahan bisa berjalan lebih ringkas, efisien, serta tetap punya memori yang jernih untuk generasi berikutnya.