
KUTIPAN – Ada banyak cara menjaga kerukunan, dan salah satu yang paling masuk akal adalah… uang. Tapi jangan salah sangka dulu, bukan uang yang bikin semua damai, tapi pengakuan yang datang bersama uang itu.
Itulah yang coba dibuktikan Pemko Batam di Jumat pagi yang suci itu. Aula Engku Hamidah jadi saksi bagaimana 370 pendeta dari Ikatan Pendeta Menetap Batam (IPMB) diberi insentif dan masuk program BPJS Ketenagakerjaan.
Tak hanya sekadar acara formal, peristiwa ini membawa pesan penting: bahwa peran rohaniwan tidak dilupakan, apalagi diabaikan.
“Peran Bapak/Ibu pendeta sangat penting, bukan hanya dalam memperkuat iman umat, tapi juga dalam menjaga moral masyarakat Batam,” ujar Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, seperti sedang membacakan peringatan kepada mereka yang lupa bahwa spiritualitas adalah fondasi hidup bermasyarakat.
Tidak berhenti di situ, Amsakar menyebut insentif ini bukan hanya “bantuan keuangan”, melainkan bentuk penghargaan dan jaminan rasa aman. “Kita ingin para pelayan umat merasa aman dan terlindungi saat menjalankan tugasnya.”
Mulai Agustus 2025, para pendeta resmi masuk dalam program jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan. Dan kabar gembiranya lagi, tahun ini insentif itu bebas potongan pajak. Jarang-jarang lho, pemerintah ngasih duit tanpa ada “keringat administrasi” yang dibebankan balik.

Amsakar juga tidak lupa mengaitkan semuanya dengan grand narrative pembangunan. Dengan PP Nomor 25 dan 28 Tahun 2025, Batam punya peluang besar di sektor investasi. Tapi, katanya, semua ini harus diiringi dengan kekuatan moral.
Di sinilah para pendeta jadi semacam “software etika” bagi sistem kota industri bernama Batam.
Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, pun ikut menebar semangat. “Pemuka agama punya peran penting dalam membentuk karakter masyarakat. Doa dan pelayanan Bapak/Ibu menjadi penuntun banyak hati,” ucapnya. Bahkan ia mendoakan para pendeta agar diberi kekuatan.
Sementara itu, Pdt. Apul Simanjuntak dari IPMB menyambut langkah cepat Pemko Batam ini dengan semangat. “Action-nya cepat. Ini yang dibutuhkan masyarakat.” Ia bahkan menyarankan agar program ini diperluas ke pelayan gereja lain.
Ketika negara hadir, bukan hanya dalam bentuk baliho dan sambutan, tapi juga lewat perlindungan konkret, maka yang spiritual pun akhirnya bisa berdiri sejajar dengan yang struktural. Di Batam, mungkin ini langkah awal menuju peradaban yang benar-benar inklusif.
Laporan: Rangga | Editor: Fikri
Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan media Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.