
KUTIPAN – Di tengah elegannya ballroom Mandarin Oriental Jakarta, Kamis (25/9/2025), Wali Kota Batam Amsakar Achmad duduk sejajar dengan para pejabat top dari Indonesia dan Jepang. Acara ini bukan pesta kawinan pejabat atau reuni anak kos, melainkan Japan Indonesia Local Administration Seminar 2025. Sebuah forum serius hasil kolaborasi Kementerian Dalam Negeri RI dan Ministry of Internal Affairs and Communication (MIC) Jepang.
Temanya juga tidak main-main: “Strengthening Local Finance and Regional-Owned Enterprise for Economic Growth in the Regions.” Bahasa sederhananya, bagaimana daerah bisa punya jurus jitu soal duit dan BUMD, supaya roda ekonomi daerah tidak cuma berputar tapi juga kencang.
Amsakar kebagian jatah tampil di panggung dengan presentasi berjudul “Strategi untuk Mendukung Pembangunan Daerah”. Ia langsung membuka dengan peta Batam yang tak kecil-kecil amat: 1.034,732 km² luasnya, ditaburi 454 pulau.
“Pertumbuhan ekonomi yang positif ini menunjukkan bahwa arah pembangunan Batam sudah berada di jalur yang tepat. Pemerintah akan terus menjaga iklim investasi sekaligus memastikan hasil pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Amsakar, yang jelas ingin menunjukkan Batam bukan hanya cerita soal free trade zone, tapi juga pusat pertumbuhan ekonomi nasional.
Faktanya, pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2024 tembus 6,69 persen. Angka ini lebih kencang dari Provinsi Kepri (5,02 persen) maupun nasional (5,03 persen). Tak heran Amsakar pede menyebut Batam sedang berada di jalur yang benar.
Dari urusan turis, Batam juga tak kalah gagah. Tahun 2024, ada 1.326.831 wisatawan mancanegara singgah di Batam. Jumlah segini jelas membuat Batam bukan sekadar pelabuhan lintas, tapi gerbang wisata penting yang ikut mengisi pundi-pundi daerah.
Sementara itu, kontribusi pajak daerah tetap jadi mesin penggerak. Empat penyumbang utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Batam datang dari PBJT, PBB-P2, BPHTB, dan pajak reklame.
“Semua capaian ini menjadi modal kuat bagi Batam untuk terus melangkah maju. Kami optimistis Batam dapat menjadi pusat investasi dan pariwisata unggulan di Asia Tenggara,” pungkas Amsakar.
Tentu saja seminar ini tak hanya menampilkan Amsakar. Ada juga pakar dan praktisi, baik dari Indonesia maupun Jepang, yang berbagi kisah sukses soal keuangan lokal dan pengelolaan BUMD. Mereka bicara soal result-based governance, istilah yang kalau dipendekin artinya: jangan cuma kerja, tapi pastikan hasilnya nyata.
Lewat forum semacam ini, harapannya muncul resep jitu untuk tata kelola daerah: inklusif, efisien, berkelanjutan. Kalau Batam bisa jadi contoh, siapa tahu kota-kota lain ikut terinspirasi.