KUTIPAN – Bareskrim Polri mendatangi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) untuk memantau langsung penanganan kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS. IWAS, yang diketahui tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Mataram, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat mengonfirmasi kunjungan tim Bareskrim Polri tersebut.
“Iya, benar. Kami kedatangan tamu dari Bareskrim Polri. Kami menerima baik dan kami jelaskan fakta kegiatan yang sudah kami lakukan,” kata Syarif di Mataram, Selasa (21/11).
Tahapan Penanganan yang Disorot
Syarif menjelaskan bahwa proses penanganan kasus ini, mulai dari penyelidikan hingga penyidikan, sudah mengikuti aturan hukum yang berlaku. Bahkan, pihaknya telah melibatkan Komite Disabilitas Daerah (KDD) untuk mendampingi IWAS selama proses hukum berjalan.
“Penanganan yang kami lakukan apakah sudah sesuai aturan dan sudah dilaksanakan? Apa saja langkah-langkahnya? Itu yang jadi poin pertanyaan tim Bareskrim datang,” ujar Syarif.
Menurutnya, pengawasan dari Bareskrim Polri maupun lembaga lain, baik internal maupun eksternal, adalah wujud transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum.
Sorotan Publik dan Media Sosial
Kasus ini memicu perdebatan hangat di media sosial setelah publik mengetahui bahwa IWAS, yang merupakan penyandang disabilitas tanpa dua lengan, dapat menjadi tersangka dalam dugaan pelecehan seksual. Kombes Pol. Syarif melihat hal ini sebagai kritik konstruktif terhadap kinerja kepolisian.
“Kami melihat itu (komentar) sebagai koreksi bagi kami, sebagai masukan dan semangat bagi kami,” kata Syarif.
Dua Alat Bukti Cukup
Penetapan IWAS sebagai tersangka dilakukan setelah gelar perkara yang menemukan dua alat bukti kuat. Polisi juga memastikan perlindungan terhadap korban perempuan dalam kasus ini sesuai dengan undang-undang.
“Jadi, kami di sini enggak mencari-cari, karena ini memang ada laporan, yang dilaporkan korban dan perempuan yang menjadi korban ini dilindungi secara haknya,” tegasnya.
Pelajaran untuk Penegakan Hukum
Syarif menekankan pentingnya memberikan informasi penanganan hukum yang mudah dipahami oleh masyarakat. Transparansi dinilai penting agar kepercayaan publik terhadap penegakan hukum tetap terjaga.
“Kasus ini memang cukup unik, mungkin baru pertama kali terjadi di Indonesia. Tapi ini jadi pelajaran penting bagi kami,” tutupnya.