
KUTIPAN – Ada kalanya ruang sidang DPRD terasa seperti ruang kelas besar: serius, tegang, tapi tetap ramai oleh orang-orang yang punya peran penting. Itulah suasana Rapat Paripurna DPRD Kota Batam ketika Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD 2026 resmi diketok dengan nilai lebih dari Rp 4,299 triliun. Angkanya terdengar seperti nominal yang hanya muncul di spreadsheet para bendahara negara, namun begitulah urusan pembangunan kota—miliaran sudah terasa seperti recehan.
Sidang ini berlangsung pada Kamis siang (20/11/2025) di Ruang Sidang Utama, dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Batam, Haji Muhammad Kamaluddin, ditemani dua wakilnya: Haji Aweng Kurniawan dan Hendra Asman SH MH. Dari pihak eksekutif, Wali Kota Batam sekaligus Ex Officio Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, hadir langsung bersama rombongan kepala OPD dan pejabat BP Batam.
Para undangan turut meramaikan suasana—mulai dari Forkompimda, tokoh adat dari LAM Kota Batam, akademisi, hingga wartawan. Menariknya, ada puluhan siswa SMAN 27 Batam yang sedang studi lapangan. Mereka sepertinya mendapat “kelas gratis” tentang bagaimana urusan anggaran daerah digodok para wakil rakyat.
Agenda sidang kali ini tidak bertele-tele: hanya laporan Badan Anggaran (Banggar) mengenai hasil pembahasan Ranperda APBD 2026 dan pengambilan keputusan. Setelah laporan kehadiran dibacakan Sekretaris DPRD Dr Ridwan Apandi SSTP MEng, serta menyanyikan Indonesia Raya, Kamaluddin membuka rapat. Kuorum terpenuhi, sidang jalan terus.
Banggar lalu mendapat giliran. Dr Muhammad Mustofa SH MH naik podium membawa laporan tebal berisi angka-angka. Ia memaparkan bahwa APBD 2026 awalnya diajukan sebesar Rp 4,738 triliun. Namun kemudian datanglah surat resmi bernomor S-62/PK/2025 dari Kementerian Keuangan. Surat itu berisi penyesuaian Transfer ke Daerah (TKD), lengkap dengan kabar kurang sedap: Kota Batam termasuk daerah yang mengalami pengurangan dana transfer sebesar Rp 438,388 miliar.
“Pengurangan TKD ini berupa pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan nonfisik. Karena pemotongan terjadi di tengah proses pembahasan APBD, Banggar dan TAPD harus melakukan penyesuaian ulang secara cermat agar tidak mengganggu kinerja pemerintah daerah,” ungkap Mustofa.
Banggar menyoroti pentingnya memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar struktur pendapatan tetap sehat. Setelah pembahasan panjang antara Banggar, TAPD, dan OPD, akhirnya disepakati pendapatan daerah menjadi Rp 4,184 triliun lebih. PAD-nya mencapai Rp 2,58 triliun, terdiri dari pajak daerah Rp 2,099 triliun, retribusi Rp 305,19 miliar, pengelolaan kekayaan Rp 11 miliar, PAD lain Rp 166,11 miliar, serta pendapatan transfer Rp 2,04 triliun.
Belanja daerah juga menyesuaikan menjadi Rp 4,299 triliun lebih, dengan rincian belanja operasi Rp 3,437 triliun, belanja modal Rp 843 miliar, dan belanja tak terduga Rp 19,24 miliar. Belanja modal terbesar masih berkutat di pembangunan gedung, jalan, jaringan, irigasi, serta peralatan OPD—hal-hal yang seringkali tidak terlihat langsung, tapi sangat terasa kalau tidak ada.
Soal mandatory spending, Banggar mencatat belanja pendidikan 29,37% (aman di atas syarat 20%), belanja infrastruktur pelayanan publik 33,29% (masih di bawah ketentuan 40%), belanja pegawai 38,22% (melampaui batas 30%), dan belanja infrastruktur Kelurahan 1,38% (target 5%). APBD disebut telah disusun berimbang dengan memanfaatkan SILPA.
Setelah laporan tuntas, Kamaluddin melempar pertanyaan formal kepada seluruh anggota dewan: apakah Ranperda APBD 2026 disetujui menjadi Perda? Seluruh anggota yang hadir menjawab “setuju”, dan palu diketuk satu kali. Resmilah APBD 2026 berjalan menuju eksekusi.
Wali Kota Amsakar Achmad kemudian diberi waktu menyampaikan tanggapan. Ia mengapresiasi kerja Banggar dan TAPD yang sudah menguliti anggaran setebal itu.
“Bahwa pembahasan antara Badan Anggaran dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah dilakukan secara mendalam sehingga pemerintah daerah menyetujui pengesahan Ranperda APBD menjadi Perda, yang selanjutnya akan disampaikan kepada Gubernur Kepulauan Riau untuk dievaluasi paling lambat tiga hari kerja,” ungkap Amsakar.
Ia juga memberi catatan kepada setiap SKPD untuk mempercepat pelaksanaan APBD 2026. Program harus dieksekusi efisien, transparan, dan akuntabel. Intinya, jangan sampai anggaran hanya mengendap di buku laporan, tapi harus benar-benar terasa manfaatnya bagi masyarakat.
Amsakar bahkan meminta SKPD penghasil pendapatan untuk merancang strategi meningkatkan PAD sesuai potensi masing-masing. Target sudah ditetapkan—tinggal dijalankan.
Ia juga mengapresiasi Banggar karena mendukung pemenuhan mandatory spending. Belanja pendidikan 29,37% melampaui batas minimal, pendidikan dan pelatihan ASN 0,21% melebihi ketentuan, retribusi tenaga kerja asing 78,94% juga memenuhi standar.
Namun, masih ada dua pos yang belum memenuhi syarat: belanja infrastruktur pelayanan publik masih 33,29%, dan belanja pegawai masih tinggi di 38,22%.
“Pemerintah Kota Batam berkomitmen untuk memenuhi kekurangan tersebut paling lambat pada Tahun Anggaran 2027 sesuai ketentuan berlaku,” tegas Amsakar.
Setelah itu, Wali Kota dan Ketua DPRD menandatangani lembar pengesahan. Kamaluddin menutup sidang sambil meminta Pemko segera mengirimkan Ranperda ke Gubernur Kepri untuk dievaluasi. Prosesnya mungkin panjang, tapi begitulah jalan sebuah APBD: dari ruang sidang hingga turun ke realisasi di lapangan.





