
KUTIPAN – Ketika kehidupan di wilayah pesisir Kelurahan Dabo Lama mulai akrab dengan kekhawatiran soal banjir ROB, pemerintah setempat memutuskan tak mau tinggal diam. Sebuah sosialisasi digelar bekerja sama dengan BPBD dan BMKG Lingga, mengambil tempat di halaman Surau Raudathul Jannah pada Rabu pagi (19/11/2025). Tempatnya sederhana, tapi topik yang dibahas cukup serius, banjir air pasang yang makin rajin datang belakangan ini.
Acara ini bukan sekadar kumpul-kumpul formalitas. Berbagai unsur hadir, mulai dari BMKG Lingga, BPBD Lingga, Kanit Intelkam Polres Lingga, Babinsa, Bhabinkamtibmas, sampai perwakilan masyarakat seperti Ketua LPM, RT/RW, dan warga pesisir yang memang jadi pihak paling sering repot ketika air naik tanpa permisi.
Di tengah kegiatan, Kepala BMKG Dabo Singkep, Adi Istyono, memberikan penekanan penting soal mitigasi struktural hal yang sering kali terdengar teknis, tapi sebenarnya sangat menentukan masa depan kawasan pesisir. Menurutnya, Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditangani DPUTR harus didukung data kuat dari pihak yang memang punya alat ukurnya.
“BMKG siap menyediakan data empiris bagi wilayah pesisir Dabo Lama, yang akan menjadi dasar bagi pembangunan fisik yang telah dan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah,” ujar Adi, yang didampingi Kepala Sekretariat BPBD Lingga dan Kanit Intelkam Polres Lingga.
Sementara itu, Lurah Dabo Lama, Harie Kurniawan, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat dan instansi yang hadir. Harapannya sederhana tapi relevan: pertemuan seperti ini jangan hanya berhenti sebagai penambah wawasan, tapi juga jadi pemicu aksi nyata.
“Kegiatan ini adalah langkah awal yang baik. Namun, kami berharap ada tindak lanjut berupa aksi nyata dan kebijakan pembangunan yang pro-aktif dari pemerintah daerah dan instansi terkait untuk melindungi warga dari ancaman Banjir ROB,” kata Harie Kurniawan.
Sosialisasi ini memang dirancang untuk menambah kesadaran dan kesiapsiagaan warga pesisir yang menjadi langganan banjir khususnya mereka yang tinggal di RW 3, 4, dan 9. Masyarakat di wilayah itu lebih dari sekadar “penonton” bencana, mereka adalah pihak yang merasakan langsung bagaimana warga harus menunda aktivitas karena air laut tiba-tiba naik lebih cepat daripada notifikasi grup WhatsApp keluarga. Karena itulah, kegiatan seperti ini diharapkan bukan jadi acara terakhir, melainkan pintu masuk menuju penanganan yang lebih terencana dan melindungi.(Dito)





