
KUTIPAN – Kalau dipikir-pikir, Kota Batam ini memang seperti magnet besar di ujung barat Indonesia. Setiap tahun ada saja kompleks baru tumbuh di segala penjuru, dari yang bergaya minimalis sampai yang sudah mirip perumahan elite di pinggiran Jakarta. Tapi di balik deretan rumah yang makin rapat, ada satu hal yang sering luput dari perhatian, siapa yang bertanggung jawab menjaga fasilitas umumnya?
Nah, persoalan seperti ini rupanya mulai bikin DPRD Kota Batam gerah. Pada Rabu siang (29/10/2025), para wakil rakyat duduk manis di ruang paripurna untuk mendengar pendapat resmi Wali Kota Batam terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Perumahan.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Haji Muhammad Kamaluddin, ditemani Wakil Ketua II Budi Mardiyanto dan Wakil Ketua III Hendra Asman. Dari pihak pemerintah, Wali Kota Amsakar Achmad diwakili Asisten III Bidang Administrasi Umum, Heriman HK, karena urusan pemerintahan memang sering tak bisa ditinggal. Turut hadir juga perwakilan Forkompimda, pejabat Pemko, dan orang-orang dari BP Batam yang biasanya ikut mengurusi hal-hal berbau lahan dan infrastruktur.
Setelah acara dibuka, Kamaluddin memberi giliran pada Heriman untuk menyampaikan suara resmi dari Wali Kota. Suaranya tenang, tapi isinya cukup padat. Ia membuka dengan ucapan syukur dan mengingatkan bahwa Batam bukan lagi kota kecil.
“Kota Batam yang kita cintai telah tumbuh pesat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ini harus didukung oleh infrastruktur dan sarana-prasarana yang memadai, tidak hanya di kawasan perkotaan, tetapi juga di lingkungan perumahan dan permukiman,” ujar Heriman.
Amsakar Achmad, kata Heriman menyoroti bahwa geliat pembangunan perumahan yang dilakukan para pengembang memang membawa sisi terang, ekonomi tumbuh, lapangan kerja terbuka. Tapi di sisi lain, masih banyak “PR” terutama dalam soal penyediaan dan pengelolaan PSU. Tanpa perencanaan yang rapi dan standar yang jelas, kawasan hunian bisa berujung jadi labirin beton tanpa ruang hidup.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, setiap PSU yang telah dibangun pengembang wajib diserahkan kepada pemerintah daerah setelah masa pemeliharaan berakhir. Tujuannya agar fasilitas umum itu tidak terbengkalai dan tetap bisa dikelola secara berkelanjutan.
“Pemerintah Kota Batam menyarankan agar dalam materi Ranperda ini juga diatur unsur punishment bagi pengembang yang tidak mematuhi ketentuan, demi terciptanya penyelenggaraan PSU yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan,” lanjut Heriman.
Pernyataan itu seperti sindiran halus bagi pengembang yang suka “lepas tangan” setelah kunci rumah terakhir diserahkan ke pembeli. Sebab, realitanya, banyak fasilitas umum, dari taman, drainase, hingga jalan kompleks yang akhirnya terbengkalai karena tak ada pengelola resmi.
Selain soal sanksi, Wali Kota juga menyoroti perlunya aturan lebih tegas terkait penyediaan lahan sarana perumahan agar bisa dimanfaatkan optimal, termasuk mekanisme pengambilalihan PSU dari pengembang yang sudah “hilang kabar”.
“Semoga seluruh dedikasi yang kita lakukan untuk pembangunan Kota Batam yang kita cintai ini mendapat ridho dan pahala dari Allah SWT,” ucapnya.
Rapat kemudian ditutup oleh Ketua DPRD dengan janji untuk segera menindaklanjuti pembahasan melalui Panitia Khusus (Pansus). Harapannya, Ranperda ini tak cuma jadi dokumen tebal yang berakhir di rak arsip, tapi benar-benar diterapkan supaya Batam tumbuh bukan hanya indah di brosur pengembang, tapi juga nyaman untuk dihuni warganya.





