
KUTIPAN – Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Nyanyang Haris Pratamura, kembali mengingatkan soal satu pekerjaan rumah besar yang tidak bisa ditunda-tunda, optimalisasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).
Bagi Nyanyang, bicara soal FTZ bukan hanya jargon ekonomi kelas elite. FTZ ini adalah pintu besar yang bisa membuka arus perdagangan, investasi, hingga peluang kerja. Karena itu, menurutnya, regulasi yang sudah ada jangan sekadar jadi lembaran hukum di atas meja. Harus ada terjemahan nyata di lapangan.
“Penerapan regulasi ini sedianya diterjemahkan secara optimal di lapangan dengan tetap mendukung semangat perluasan kawasan FTZ itu sendiri,” ujar Wagub Nyanyang di Tanjungpinang, Rabu (1/10/2025)
Nyanyang menekankan, landasan hukumnya sudah ada, yakni Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2024 yang jadi payung hukum pelaksanaan FTZ BBK. Nah, tinggal bagaimana para pemangku kepentingan bergerak serempak.
Optimalisasi ini, kata dia, bukan hanya soal kertas kebijakan. Ada empat hal krusial, memperkuat tata kelola, meningkatkan kualitas SDM, menyiapkan infrastruktur pendukung, dan memastikan pembiayaan yang cukup. Infrastruktur bahkan disebutnya paling mendesak, terutama di Bintan dan Karimun.
Dengan logika sederhana, Nyanyang bilang bahwa menambah kawasan FTZ tanpa membenahi yang ada sekarang sama saja menaruh beban di pondasi rapuh.
“Jadi kita menganggap urgen optimalisasi FTZ yang telah ada saat ini sehingga kita bisa betul-betul siap melaksanakan FTZ menyeluruh nantinya,” tegasnya.
Pandangan Nyanyang ini sebenarnya masuk akal. Kepri, yang sejak lama jadi garda depan perdagangan Indonesia di jalur internasional, memang tidak bisa hanya mengandalkan label “FTZ”.
Tanpa tata kelola yang rapi dan infrastruktur mumpuni, label itu bisa kehilangan makna. Dengan optimisasi, FTZ bukan hanya sebatas kawasan bebas cukai, melainkan juga ruang tumbuhnya ekonomi yang lebih berkeadilan bagi masyarakat Kepri.