
KUTIPAN – Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Bappelitbang menyusun Kajian Risiko Bencana (KRB) 2025–2029 sebagai strategi menghadapi ancaman banjir, abrasi, kebakaran hingga potensi gempa bumi.
Rapat koordinasi berlangsung di Ruang Rapat Utama Bappelitbang, Senin (1/9/2025), dihadiri Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Elfiani Sandri yang mewakili Wali Kota Lis Darmansyah, Kepala Bappelitbang Riono, perangkat daerah, serta perwakilan PT. Ide Bangsa Mahardika/SmartID.
Elfiani menegaskan KRB harus menjadi pedoman nyata, bukan hanya dokumen.
“Tanjungpinang adalah daerah perkotaan yang strategis sekaligus ibu kota Provinsi Kepulauan Riau. Dengan posisi yang demikian, kita harus mampu berbenah menuju pembangunan yang lebih baik dan berketahanan bencana. Kajian Risiko Bencana 2025–2029 ini saya harapkan tidak hanya menjadi dokumen semata, tetapi benar-benar bermanfaat sebagai pedoman bersama dalam perencanaan pembangunan, serta meminimalisir kerugian bencana baik fisik, infrastruktur, aset, perekonomian, maupun kerugian jiwa,” ujar Elfiani.
Perwakilan PT. Ide Bangsa Mahardika/SmartID menjelaskan KRB Tanjungpinang disusun sesuai regulasi nasional seperti UU No. 24 Tahun 2007 dan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012.
“Kajian ini merupakan dokumen strategis yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan. Tanjungpinang memiliki luas wilayah 150,37 km², 4 kecamatan, dan 18 kelurahan dengan karakter maritim yang kuat serta masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) Batam-Bintan-Karimun. Kondisi ini memberikan peluang ekonomi, namun juga menghadirkan tantangan berupa kerentanan bencana seperti banjir, abrasi, kebakaran, hingga potensi gempa bumi,” jelas perwakilan SmartID.
Kepala Bappelitbang, Riono, berharap seluruh perangkat daerah menindaklanjuti KRB ke dalam program nyata.
“Kajian Risiko Bencana ini sangat relevan dan menjadi pedoman penting dalam penyusunan kebijakan pembangunan Kota Tanjungpinang. Saya berharap seluruh perangkat daerah terkait dapat menindaklanjuti dokumen ini dalam bentuk program kerja yang nyata dan terukur. Dengan demikian, mitigasi bencana bisa dilakukan lebih sistematis, dan perencanaan pembangunan dapat berjalan sejalan dengan upaya pengurangan risiko bencana,” tegas Riono.