
KUTIPAN – Komisi Yudisial (KY) terus memperkuat peranannya dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem peradilan di Indonesia. Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah persepsi publik yang berkembang terkait dengan prinsip “no viral, no justice,” yang kini bertransformasi menjadi “no viral, no action.”
Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY, Juma’in, menanggapi fenomena ini dalam sebuah diskusi dengan puluhan mahasiswa Magister Hukum Universitas Ibnu Chaldun Jakarta pada Kamis (27/02/2025) di Ruang Pers Komisi Yudisial. Menurutnya, masyarakat kini lebih mempercayai bahwa penegakan hukum hanya akan dilakukan jika sebuah kasus viral di media sosial.
“Sekarang bahkan bukan lagi eranya ‘no viral no justice’, tapi ‘no viral no action’,” ungkap Juma’in, yang menggambarkan dampak dari pengaruh media sosial terhadap proses penegakan hukum.
Namun, meskipun KY mendapat banyak permintaan untuk memantau kasus-kasus yang viral, Juma’in menegaskan bahwa Komisi Yudisial tidak bisa memantau semua kasus yang menjadi perhatian publik. KY harus selektif dalam memilih kasus yang layak dipantau, mengingat keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran yang tersedia.
“KY akan selalu berusaha melakukan pemantauan sesuai permintaan pencari keadilan, selama memang telah memenuhi syarat untuk dipantau,” tambahnya.
Juma’in juga menekankan bahwa meskipun banyak kasus yang viral, KY tetap memprioritaskan pemantauan terhadap perkara yang memberikan dampak nyata terhadap masyarakat. “Kami harus bijak dalam memilih mana yang benar-benar relevan dan memiliki potensi dampak besar terhadap keadilan sosial,” ujarnya.
Dengan komitmen untuk meningkatkan transparansi dan menjaga integritas dalam dunia peradilan, Komisi Yudisial berharap dapat terus berkontribusi dalam memastikan bahwa keadilan di Indonesia tetap objektif dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.