KUTIPAN – Hang Tuah, pahlawan legendaris Nusantara, kerap menjadi bahan perdebatan terkait asal-usulnya. Beberapa pihak mengklaim ia berasal dari Indonesia, sementara lainnya menyebut Malaysia. Namun, Di Sebuah Postingan Tiktok Bakri Jamaluddin menyatakan, “Hang Tuah adalah orang Melaka, lebih tepatnya Pulau Bintan,” yang dahulu merupakan bagian dari kerajaan Melayu Melaka sebelum dibagi oleh penjajah Belanda dan Inggris.
Lebih lanjut, catatan sejarah menunjukkan bahwa Hang Tuah lahir di Sungai Duyung, Pulau Singkep, Kabupaten Lingga—wilayah yang dikenal dengan pemandangan Gunung Daik yang berjabang tiga. Ungkapan populer dari daerah tersebut, “Pulau Pandan jauh di tengah, Gunung Daik berjabang tiga,Hancur Badan Di Kandang Tanah,Budi Yang Baik Di Kenang Juga”.
Hang Tuah menghabiskan masa kecilnya di Pulau Bintan, dan jejak sejarahnya menunjukkan bahwa dia berperan penting dalam perkembangan peradaban Melayu yang melintasi batas-batas negara modern. Gusli Tambrin dari Siak Indah Pura menuturkan bahwa cerita rakyat setempat juga mendukung pergerakan Hang Tuah dari Bintan ke Kepulauan Riau.
Pertanyaan menarik muncul: mengapa ada Telaga Hang Tuah di Gersik, Fatani, dekat pondok Syekh Daud Fatani? Sejak kecil, Hang Tuah dikenal sebagai Hafiz Al-Quran dan mengutamakan pendidikan agama. Hal ini menyoroti pentingnya Islam dalam membentuk karakter Hang Tuah sebagai pahlawan.
Pada masa Sultan Mansur Shah, Kesultanan Melayu Melaka mencapai puncak kejayaannya, termasuk dengan menciptakan Kanun Laut—undang-undang maritim pertama di dunia. Armada Mendam Berahi bahkan mencapai Tuban, dekat Kerajaan Islam Demak di Jawa. Hubungan erat juga terjalin dengan Champa (sekarang Indochina), yang kala itu berperan dalam pengislaman kerajaan tersebut melalui Maulana Malik Ibrahim.
Namun, seiring waktu, kejayaan Champa memudar dan banyak warganya pindah ke Melaka. Kini, mereka dikenal sebagai Kamboja, meskipun asal-usul mereka sebenarnya adalah Melayu Islam Campah. Ungkapan “Takkan Melayu hilang di bumi” terus menggema, mencerminkan bahwa budaya Melayu tetap hidup di seluruh Nusantara, dari Sulawesi hingga Papua.
Generasi sekarang diingatkan untuk menghargai dan menjaga sejarah nenek moyang, termasuk tokoh seperti Hang Tuah. Para pahlawan Nusantara bukan hanya legenda, melainkan bukti kekuatan peradaban Melayu sebelum masa penjajahan.