KUTIPAN – Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang turut ambil bagian dalam kegiatan diseminasi perlindungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang digelar Kamis, (3/10/2024). Acara yang berlangsung di ruang rapat Engku Putri Raja Hamidah, kantor Wali Kota Tanjungpinang, tersebut diinisiasi oleh Kementerian Tenaga Kerja RI bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri dan Pemko Tanjungpinang.
Kegiatan ini dibuka oleh Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, Zulhidayat, serta dihadiri oleh perwakilan Ditjen Binapenta Kemenaker RI, Muhammad Ridho Amirullah, dan perwakilan dari BP3MI Provinsi Kepri, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kepri, Dinas Sosial Provinsi Kepri, kepolisian, camat, lurah, serta forum RT/RW Kota Tanjungpinang.
Dalam sambutannya, Zulhidayat menyampaikan bahwa perlindungan terhadap CPMI dan PMI merupakan prioritas penting bagi Pemko Tanjungpinang.
“Kami berkomitmen untuk memberikan perlindungan administratif dan teknis kepada CPMI, serta memastikan jaminan sosial sebelum mereka berangkat bekerja,” tegasnya.
Sekretaris Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, dan Usaha Mikro Kota Tanjungpinang, Susi Fitriana, menjelaskan sejumlah langkah strategis yang telah dilakukan Pemko Tanjungpinang. Langkah-langkah tersebut meliputi koordinasi, komunikasi, serta penyebaran informasi untuk mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013.
“Pemko Tanjungpinang juga bertugas menyusun rencana aksi Pencegahan dan Penanganan TPPO, membentuk gugus tugas, serta melakukan sosialisasi dan penanganan korban TPPO,” papar Susi. Ia juga menambahkan, Disnaker Kota Tanjungpinang bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi berkas permohonan CPMI melalui aplikasi Console Siap Kerja, guna memastikan keabsahan dokumen administrasi penempatan CPMI warga Tanjungpinang yang akan bekerja di luar negeri.
Selain langkah preventif, Susi mengungkapkan bahwa banyak PMI masih menjadi korban TPPO. Tingginya jumlah WNI migran yang dideportasi dari luar negeri, khususnya Malaysia, menjadi salah satu perhatian utama Pemko Tanjungpinang.
“Hingga September 2024, tercatat sebanyak 964 WNI yang menjadi korban perdagangan orang telah dideportasi melalui Tanjungpinang,” ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Disnaker Tanjungpinang memperkuat program pelatihan keterampilan bagi pencari kerja, seperti kewirausahaan, menjahit, dan barbershop. Mereka juga bekerja sama dengan perusahaan untuk penyediaan lapangan kerja melalui program Bursa Kerja Khusus.
Darman M. Sagala, perwakilan BP3MI Kepulauan Riau, turut memberikan pandangannya mengenai modus operandi TPPO melalui penempatan nonprosedural PMI. Ia menekankan bahwa modus ini seringkali melibatkan PMI yang diberangkatkan tanpa prosedur resmi, sehingga mereka menjadi rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan.
“Penempatan nonprosedural ini sangat berbahaya karena menempatkan PMI dalam kondisi kerja yang tidak jelas, berisiko kekerasan, dan tanpa perlindungan hukum,” jelas Darman.
Dengan adanya diseminasi ini, Darman berharap kesadaran masyarakat serta pemangku kepentingan terkait pentingnya perlindungan bagi CPMI dan PMI dapat terus meningkat.
“Kolaborasi semua pihak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perlindungan bagi CPMI dan PMI dapat berjalan optimal, serta mencegah terjadinya TPPO,” harapnya.
Melalui kegiatan diseminasi ini, Pemko Tanjungpinang bertekad untuk memperkuat upaya perlindungan bagi CPMI dan PMI, serta mendorong masyarakat untuk lebih waspada terhadap modus-modus penempatan nonprosedural yang merugikan. Upaya ini diharapkan dapat meminimalisir kasus TPPO dan memberikan jaminan perlindungan lebih baik bagi para pekerja migran Indonesia.
Sekian laporan dari kegiatan diseminasi perlindungan CPMI dan PMI. Semoga kesadaran serta komitmen bersama dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja migran Indonesia.