Perhimpunan Advokat Indonesia menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-IV dengan mengusung tema “Advokat sebagai bagian kekuasaan Kehakiman menyongsong RUU advokat”.
Rakernas tersebut dibuka langsung oleh Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Rumah Bersama Advokat, Dr. Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, S.H.,LL.M, yang berlangsung di Planet Holiday Hotel & Residence, Rabu (23/8/2023).
Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Rumah Bersama Advokat, Dr. Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, S.H.,LL.M mengatakan, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang ke-IV dari Peradi RBA ini pertama kali dilaksanakan setelah Covid-19 melanda Indonesia.
“Kita sebagai organisasi telah mempunyai pokok-pokok haluan program selama 2020-2025. Artinya, saat ini lebih untuk mengevaluasi apa yang harus kita lakukan agar lebih baik,” ucap Luhut Marihot Parulian Pangaribuan didampingi Ketua DPC Peradi Batam Raya, Radius kepada awak media.
Dikatakan Luhut, Rancangan Undang-undang Advokat telah diuji selama 30 kali oleh Mahkamah Konstitusi.
“Dan terbaru, bahwa tata kelola Advokat harus di perhatikan. Karena organisasi Advokat adalah organ negara. Tentu, tata kelola harus tetap sama seperti instansi-instansi lainnya,” ujarnya.
Baca Juga : Gugatan Praperadilan Noto Djoko Poernomo Ditolak PN Batam
Pada intinya, lanjut Luhut, perbaiki Undang-Undang Advokat sesuai dengan Undang-Undang yang diterapkan di Kepolisian, Kejaksaan serta Kehakiman.
“Bahkan kita juga mengusulkan supaya semua Undang-Undang itu dapat disatukan dengan konsep Omnibus Law. Sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi serta rendah atau Kriminalisasi,” jelas Luhut.
Luhut berpendapat, bahwa kriminalisasi terhadap Advokat saat ini adalah buah ketidakpaduan dari sistem peradilan.
“Kenapa terjadi Kriminalisasi, karena aparat penegak hukum lupa membaca Undang-Undang Advokat. Padahal, kedudukan Undang-Undang Advokat, Kepolisian, Kejaksaan berstatus sama,” tegas Luhut.
Dijelaskan Luhut, didalam Undang-Undang Advokat memiliki kekebalan. Kita boleh mendampingi saksi untuk mendapatkan informasi. Namun, pada kenyataannya hal itu dianggap menghalangi proses penyidikan sehingga terjadi Kriminalisasi.
“Saya mencatat Kriminalisasi terhadap Advokat sekitar 25 kasus. Tidak menutup kemungkinan, lebih banyak lagi di daerah-daerah yang tidak terpantau,” tambahnya.
“Tentu, Kriminalisasi adalah buah dari ketidakpaduan sistem praperadilan. Saya berharap Kriminalisasi tidak terulang kembali dikemudian hari,” pungkas Luhut.(Yun)
Baca Juga : Hakim PN Batam Tolak Gugatan Praperadilan Turut Lumbantoruan, Perkara Masuk Tahap P21