Tokoh masyarakat Kabupaten Lingga, Muhammad Ishak meminta materi usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lingga 2011 – 2031, hendaknya merupakan hasil dari evaluasi secara komfrehensif, terhadap progress dan permasalahan pemanfaatan ruang, baik struktur ruang maupun pola ruang, selama 10 tahun sejak Perda RTRW Kabupaten Lingga tahun 2013 di sahkan.
“RTRW Kabupaten Lingga 2011 – 2031 pastilah ada plus minusnya, karena waktu itu disusun belum banyak didukung dengan hasil-hasil kajian, lebih banyak baru disesuaikan dengan kondisi exisiting, pernah berkembang potensi dan harapan,” kata M Ishak yang merupakan mantan Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, Kabupaten Lingga.
Pria yang juga pernah menjabat Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga ini mengatakan, karena itu bila saat ini jika masih ada yang belum sesuai atau tidak dapat dilaksanakan dan kurang tepat serta tidak dapat dilaksanakan, sesuai pola dengan dinamika seperti adanya pemekaran kecamatan dan lainnya.
Atau ada aturan yang lebih tinggi, lanjut Ishak, untuk dipedomani sehingga RTRW Kabupaten Lingga, memang harus diusulkan untuk Peninjauan Kembali (PK), atau revisi yang semestinya PK harus dilakukan setiap 5 tahun sekali.
Baca Juga : Pesepakbola Timnas Asal Lingga Toreh Prestasi di Kancah Internasional, Ishak Mengaku Bangga
“Misalnya untuk salah satu kawasan strategis kabupaten, yaitu industri perikanan Tajur Biru yang pada saat penyusunan waktu itu OPD teknis mengusulkan, mungkin hanya didasarkan pada kondisi exisiting saat itu, dimana di lokasi tersebut ada kapal-kapal yang siap menampung untuk membantu kelancaran pemasaran atau ekpor hasil perikanan,” terang Ishak.
Mantan Camat Lingga ini melanjutkan, tapi belum memperhatikan daya dukungnya seperti, penyediaan air bersih, listrik, termasuk juga lingkungan kawasan pulau tersebut. semua faktor harus dievaluasi dan dikaji, bila belum tepat barangkali perlu di kaji di kawasan-kawasan yang mana lagi atau lokasi yang lain.
“Selain itu juga, karena kewenangan kabupaten di perikanan laut sangat terbatas, saya berpendapat lebih baik kawasan strategis perikanan kabupaten diusulkan menjadi kawasan strategis provinsi,” ungkapnya.
Misalnya lagi di pola ruang lain juga, lanjut Ishak, seperti pulau Buaya yang saat ini sudah termasuk wilayah Kecamatan Bakung Serumpun, awalnya oleh OPD teknis, saat penyusunan mengusulkan sebagai kawasan peternakan, lalu berubah menjadi perkebunan sesuai RTRW.
“Tetapi dalam perkembangannya ketika ada pihak swasta melakukan survey untuk rencana invest tanaman perkebunan, ternyata tidak cocok. karena itu pulau Buaya harus dikaji, potensi dan cocoknya untuk apa,” kata Ishak.
Begitu juga di kawasan Damnah yang mana di RTRW 2011 – 2013 menjadi kawasan strategis kabupaten, lebih baik diusulkan menjadi kawasan strategis provinsi. Alasannya, pertama bangunan-bangunan yang telah ada seperti Replika Istana Damnah, Moseum Linggam Cahaya, kantor dinas kebudayaan (ex Mosium Mini Linggam Cahaya), bangunan sekretaris LAM Kepri Kabupaten Lingga dan jalan umumnya, dibangun oleh provinsi, baik Provinsi Riau waktu itu, maupun Provinsi Kepulauan Riau.
“Kedua, Pemkab Lingga juga selama 10 tahun dikarenakan dengan kondisi APBD nya masih belum memadai dan terbatas, belum juga dapat berbuat banyak di kawasan tersebut, kecuali baru dapat membebaskan beberapa lahan dan membuka jalan,” papar Ishak.
Ditambahkan Ishak, yang ketiga dikawasan tersebut ada beberapa situs seperti, Istana Damnah, Bilik 44, Istana Kota Batu, dan Bilik 44 yang honor juru peliharanya dibiayai dari APBN dan APBD Provinsi, dan yang keempat sudah ada kajian dan perencanaanya tentang kawasan Damnah tersebut, sebagai kawasan Kota Pusaka yang diharapkan program aksinya lebih banyak dibiayai melalui APBN dari Kementerian dengan tetap harus ada sharing APBD Provinsi.
“Kementerian PU punya balai yang dulu Satker di provinsi, sehingga mudah provinsi berkoordinasi, dan yang kelima untuk bidang Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), Kabupaten Lingga sudah memberikan kontribusi positif karena ikut mengharumkan Provinsi Kepri, dimana 68 WBTB Kabupaten Lingga, telah menjadi WBTB Indonesia asal Kepri,” tutur Ishak.
Ishak menambahkan, di RTRW Kabupaten Lingga 2011 – 2031 tetap adalah memuat tentang kebijakan pertambangan. Karena proses penyusunan RTRW tersebut, selain harus bersama DPRD kabupaten, rapat di tingkat Provinsi maupun dirapatkan juga sampai rapat dengan lintas kementerian.
“Kalau ada yang belum lengkap atau kurang waktu itu, tentu RTRW Kabupaten Lingga tidak bisa diperdakan. Kalau di pola ruangnya barangkali memang tidak ada, tetapi kebijakannya lebih fleksibel,” kata Ishak.
Lanjut Ishak, barangkali dalam perkembangannya sudah ada kajian potensi dan penetapan tambang di Lingga, yang harus dimasukan di pola ruang, tetapi juga perlu catatan bahwa di Kabupaten Lingga banyak memiliki pulau-pulau kecil dan kawasan-kawasan pemeliharaan terumbu karang, melalui program coremap, sehingga perlu juga menjadi pertimbangan untuk dipaduserasikan, termasuk juga paduserasi dengan tata ruang laut.(Pan).
Baca Juga : Kenang Ishak, Kadis Pertanian Lingga Sosok Suka Memotivasi dan Berdiskusi