
KUTIPAN – Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan 93 sertifikat hak milik (SHM) atas lahan laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penetapan status tersangka ini dilakukan usai gelar perkara pada 20 Maret 2025.
“Selanjutnya, penyidik akan melaksanakan upaya-upaya paksa, yaitu dengan pemanggilan, pemeriksaan, dan lain sebagainya, dalam secepatnya agar segera dapat kita berkas, dan untuk selanjutnya kami teruskan ke JPU,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandani Raharjo Puro, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis, 10 April 2025.
Dari sembilan tersangka yang ditetapkan, salah satunya adalah Abdul Rasyid yang merupakan Kepala Desa Segarajaya aktif sejak tahun 2023. Ia diduga menjual lahan di wilayah perairan kepada dua orang, yakni YS dan BL. Selain Abdul Rasyid, tersangka lainnya adalah MS, mantan Kepala Desa Segarajaya, yang diduga menandatangani dokumen PM 1 dalam proses program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Nama-nama lain yang turut menjadi tersangka dalam kasus ini antara lain JR selaku Kasi Pemerintahan Desa Segarajaya, serta dua staf desa yakni Y dan S. Kelima orang tersebut merupakan bagian dari struktur pemerintahan desa. Sementara empat tersangka lainnya berasal dari unsur Tim Suport PTSL, yakni AP sebagai Ketua Tim, GG sebagai petugas ukur, MJ sebagai operator komputer, dan HS sebagai tenaga pembantu.
Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, sembilan orang tersebut belum dilakukan penahanan oleh penyidik. Namun, Brigjen Djuhandani memastikan proses hukum akan berjalan sesuai ketentuan. “Kepada tersangka MS dan S, Abdul Rasyid, JR, dan Y dikenakan pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, juncto pasal 55 KUHP dan atau pasal 56. Selain itu, kepada para tersangka dari Tim Suport PTSL tahun 2021 dikenakan pasal 26 ayat 1 KUHP,” ujarnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena tidak hanya menyangkut pemalsuan dokumen negara, tetapi juga menyentuh wilayah laut yang secara hukum bukan objek kepemilikan pribadi. Pemalsuan sertifikat untuk lahan di wilayah perairan menimbulkan pertanyaan serius terkait pengawasan terhadap program PTSL serta kemungkinan adanya celah dalam birokrasi pemerintahan desa. Peran aktif aparat desa dan tim pendukung program sertifikasi tanah dalam praktik ini menunjukkan lemahnya integritas tata kelola pertanahan di tingkat lokal.
Penyidik menegaskan akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap para tersangka dalam waktu dekat. Langkah ini dilakukan agar berkas perkara bisa segera rampung dan dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut.